PEUMULIA JAME ADAT GEUTANYO...RELA BERBAGI, IKHLAS MEMBERI...PEUMULIA JAME ADAT GEUTANYO...RELA BERBAGI, IKHLAS MEMBERI...PEUMULIA JAME ADAT GEUTANYO...RELA BERBAGI, IKHLAS MEMBERI...

Sabtu, 26 Maret 2011

MAKALAH MSI


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ucapan hamdallah kita panjatkan sebagai implementasi rasa syukur kita kehadirat Ilahi Rabbi yang telah memberikan kita kekuatan fikir dan dzikir. Dialah Tuhan yang patut kita sembah karena kemurahan dan kedermawan-Nya kita masih diberi kesempatan mengisi alam ciptaan-Nya ini, walaupun kadang kita suka sombong dengan apa yang kita miliki padahal sesungguhnya hal itu milik Allah semata. Shalawat beserta salam selalu dan senantiasa kita curahkan kepada revolusiner Islam, yakni Nabi Muhammad Saw, yang menjadi petunjuk dan pengarah jalan keselamatan, kepada keluarganya, para sahabatnya dan para a’tbaut tabiin dan sampai kepada kita sebagi umat yang selalu berusaha untuk bisa ta’at kepadanya.
Dengan mengucapkan hamdalah, kami kelompok VI (enam) dalam bidang studi METODOLOGI STUDI ISLAM (MSI), telah merampungkan tugas membuat makalah ini dengan tema ISLAM, MORAL DAN KEMANUSIAAN.
Dan kami pun tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yan telah membantu dalam pembuatan makalah ini, baik moril maupun materil. Khusunya Bapak Ade Saefurrahman, S.Pd.I, dosen bidang studi MSI yang telah memberikan motivasi yang berharga buat kami.
Semoga makalah tipis dan singkat ini menjadi perubahan besar bagi kehidupan muslim di Indonesia. Amin.

B. Rumusan Masalah
Makalah Islam, Moral Dan Kemanusiaan ini diambil dari beberapa rumusan berikut :
1) Apa itu Islam dan kaitannya dengan akhlak dan moral?
2) Apa visi (tujuan) Nabi Muhammad Saw. diutus?
3) Apa saja yang termasuk akhlak terpuji dan akhlak tercela?
1) Apa keduduakan dan tugas manusia diciptakan?
2) Apa yang dimaksud keluarga, masyakat dalam Islam dan bagian-bagiannya?
3) Apa yang dimaksud musyawarah dan silaturahmi?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1) Memenuhi tugas kelompok dalam bidang studi ‘Metodologi Studi Islam’ mahasiswa/i semester satu STAI Sukabumi;
2) Untuk menambah wawasan dan pengalaman dalam menyusun dan menulis makalah;
3) Mengimplementasikan dalam bentuk tulisan ilmu yang telah kami dapatkan dalam pelajaran MSI.
D. Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini disusun berdasarkan bab dengan rincian:
Bab I PENDAHULUAN yang berisi Latar belakang, Rumusan masalah, Tujuan penulisan dan Sistematika penulisan.
Bab II PEMBAHASAN (ISLAM, MORAL DAN KEMANUSIAAN) yang meliputi:A.Islam dan Moral (1.Visi Nabi Muhammad diutus, 2.Akhlak Islami), B. Islam dan Kemanusiaan (1. Kedudukan Manusia, 2.Tugas Manusia, 3. Keluarga, Masyarakat dalam Kehidupan Manusia, 4.Musyawarah, dan 5. Hubungan Silaturahmi).
Bab III PENUTUP yang meliputi : A. Simpulan dan B. Saran.dan
Daftar Pustaka.

bab II msi

BAB II
ISLAM, MORAL DAN KEMANUSIAAN

Secara garis besar ( big line), pada bagian ini kita akan membicarakan dua materi yang dihubungkan dengan Islam. Dan tidak akan terlepaskan satu sama lain, karena merupakan implementasi atau buah hasil dari Islam itu sendiri. Pertama, Islam dan Moral, dan yang Kedua, Islam dan Kemanusiaan.
A. Islam dan Moral
Islam adalah agama sam’i (dari Allah) dan Allah pun meridhoinya ( Al-Maidah :3 ). Menurut istilah Agama adalah “wadh un ilaa hiyyun alladzii yusyaaqu lidzawil uquuli lisa’adatihim dunyan wa ukhra”, yang artinya” Aturan Allah yang dibebankan kepada orang (makhluk) yang berakal untuk mendapatkan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat”. Dengan demikian Islam merupakan konsep hidup manusia yang memercayai keberadaan dan kebenarannya, karena islam sesuai dengan risalah (visi) manusia yaitu menginginkan hidup bahagia baik di dunia maupun di akhirat seperti do’a yang selalu dibaca “robbanaa aatina fiddun ya hasanah wa fil aakhiroti hasanah waqinaa adzaabannaar”.
Islam merupakan agama yang komplit, bahkan super komplit. Semua tingkahlaku manusia ada aturan mainnya atau tata tertibnya yang disebut adab.
Adab merupakan tolak ukur atau standarisasi dari tingkahlaku manusia, apa dia bertingkahlaku baik atau tidak.
Suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan sudah menjadi kepribadian yang menimbulkan berbagai macam perbuatan, spontan tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran baik yang sesuai dengan adab maupun yang tidak disebut Akhlak (Iwan Ridwan). Keberadaan Islam dengan akhlak saling berhubungan, karena islam diliputi dengan akhlak yang mulia. Pernyataan itu sesuai dengan Hadits Rosullah Saw. yang artinya: “ Sesungguhnya Allah itu meliputi Islam dengan akhlak yang mulia dan perbuatan yang baik”.(HR.Mu’adz Bin Jabal)

Dalam Islam dipelajarai bagaimana bertingkahlaku (berakhlak/moral)yang baik. Meskipun ada yang membedakan antara akhlak dengan moral.Hal itu terjadi karena sumber rujukan dari keduanya berbeda. Akhlak bersumber dari Qur’an dan Hadits, sedangkan Moral bersumber dari kebiasaan komunitas tertentu, bisa dikatakan dia bermoral yang baik apabila sesuai dengan adab kebiasaan komunitas tersebut
Al-qur’an sebagai sumber akhlak hanya sebagai teoritis saja, sedangkan hadits merupakan pengantar/penjelas dari teoritis tersebut dan peraganya yaitu Nabi yang mendapat teori tersebut, yakni Nabi Muhammad Saw.
Realita yang ada, orang pasti kurang tertarik pada sesuatu, bahkan tidak akan tertarik jika dia hanya tahu lewat membaca dan mendengarkan saja dari orang lain tanpa ada yang memperaktikannya terlebih dahulu, begitu juga agama yang berhubungan dengan keyakinan seseorang. Untuk menularkan dan mengimplementasikan teori tersebut, tercermin dari visi Nabi Muhammad Saw. diutus ke alam dunia ini.
1.Visi Nabi Muhammad Saw. diutus
Visi perdana Rosulullah di dunia ini tertuang dalam haditsnya yang berbunyi “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik”(HR.Imam Malik)
Kapasitas Nabi bagi umatanya sebagai suritauladan yang baik, sesuai dengan firman Allah Swt. Dalam surat Al-Ahjab:21.
Secara teoritik akhlak dapat dibagi menjadi dua bagian, Pertama, Akhlakul karimah yaitu akhlak yang mulia (baik), yang kedua, Akhlakul Mazmumah yaitu akhlak yang tercela ( jelek).
Akhlak yang mulia (Akhlakul Karimah) adalah akhlak yang sesuai dengan Qur’an dan Sunnah (hadits), sedangkan akhlak yang tercela (akhlakul Madzmumah) adalah akhlak yang tidak sejalan dengan Alquran dan sunnah (hadits), bahkan bertentangan dari keduanya.


Diantara akhlak yang termasuk akhlak yang baik (Akhlakul Karimah) adalah :
a) Ta’aruf ialah saling kenal mengenal. Islam mengajarkan umatnya untuk saling mengenal satu sama lain, karena Allah menciptakan manusia dari jenis, suku, bangsa yang berbeda. Sebagaimana firman Allah Saw. yang artinya “Wahai manusia! Sesungguhnya Kami jadikan kamu terdiri dari jenis laki-laki dan perempuan dan Kami jadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar antara kamu saling kenal mengenal” (Q.S.Al_Hujurat, 49:13)
b) Tafahum adalah saling pengertian. Dalam segala persoalan, rasa pengertian selalu mendominasi dan penting keberadaannya apalagi manusia termasuk makhluk social (zoon socialis) yang memerlukan teman.
c) Ta’awun, berarti tolong menolong. Sifat Ta’awun ini sesuai dengan perintah Allah dalm surat Al-Maidah, 5:2 yang artinya “Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan, taqwa dan janganlah kamu tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan”.
d) Menyelamatkan muslim yang lain, sebagaimana sabda Rosulullah Saw yang artinya : “Muslim (sejati) adalah muslim yang dapat menyelamatkan muslim lainnya, baik dari lisannya maupun dari tangannya”.(HR.Bukhori)
e) Menunaikan janji.Allah Swt. Memerintahkan kita untuk menunaikan janji (akad) seperti yang tercantum dalam surat Al-Mai’dah ayat 1, yang artinya “Hai orang –orang yang beriman tunaikanlah janji–janji itu”.
f) Membersihkan kotoran dari jalan. Sabda Nabi Muhammad Saw, yang artinya “ Membuang kotoran dari jalan muslimin(umum) adalah bagian dari iman”.(HR Muslim)
Diantara akhlak yang termasuk akhlak yang tercela (akhlakul Madzmumah) adalah :
a) Ria ( ingin dilihat orang lain). Contohnya, jika ia berbuat kebajikan ia ingin orang-orang disekitarnya mengetahui kebajikannya agar mendapat pujian.
b) Munafik adalah sikap mendua/berwajah ganda, seperti kata pribahasa “srigala berbulu domba”.Ada tiga ciri orang yang memunyai sikap munafik, sabda Rosulullah saw.dalam haditsya : “Ciri-ciri orang munafik ada tiga, jika ia berbiacara maka dia bohong, apabila ia berjanji dia mengingkari, dan apabila dipercaya maka dia berhianat”.(H.R Muslim)
2. Akhlak Islami
Didalam Al-qur’an dan sunnah terdapat tuntunan agar kita berakhlak mulia.Pertama, tuntunan yang bersipat perintah dan yang kedua yang bersipat cegahan. Umapamanya perintah untuk memuliakan orang tua dan sekaligus cegahan untuk membentak orang tua.
Disamping itu, akhlak yang dianjurkan oleh Islam dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama yang berhubugnan dengan manusia dan yang kedua berhubungan dengan alam.
Diantaranya yang termasuk akhlak mulia yang berhubungan dengan manusia adalah :
1) Mempererat hubungan silaturahmi dan melarang memutuskannya;
2) Berbuat baik kepada kedua orang tua;
3) Berbuat baik kepada tetangga,
Seperti sabda Nabi Muhammad Saw. dalam dua hadist yang berbeda tentang perintah dan larangan bersikap kepada tetangga. Perintah memuliakan tetangga, artianya “ barang siapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir hendaknya memuliakan tetangganya”Larangan menyakiti tetangga tercantum dalam hadist Nabi Saw yang artinya “Tidak masuk sorga orang yang tidak memuliakan tetangganya”.
Diantara akhlak yang berhubungan dengan alam/lingkungan adalah bahwa manusia tidak dibolehkan melakukan kerusakan di bumi.
B. Islam dan Kemanuisaan
1. Kedudukan Manusia
Jalaludin Rahmat menulis sebuah artikel yang mengatakan bahwa dalam Al-Qur’an terdapat tiga istilah kunci yang mengacu pada makna pokok manusia : Basyar, Insan, dan Al-Nas.
Basyar dalam Al-quran disebut sebanyak 27 kali, memberikan referensi pada manusia sebagai mahluk biologis. Sebagai makluk biologis manusia dapat dilihat dari perkataan Maryam kepada Allah, “Tuhanku bagaimana mungkin aku mempunyai anak padahal aku tidak disentuh basyar”.(QS.Ali Imran : 47)
Konsep basyar selalu dihubungkan dengan sifat-sifat biologi manusia : makan, minum, seks, dan berjalan di pasar. Menurut Abdul Al-jalil Isa yang cenderung berpendapat bahwa nabi Muhammad melakukan ijtihad sebagaimana sahabat melakukannya.
Adapun kata Insan dalam Al-Qur’an disebut sebanyak 65 kali dalam dikelompokan dalam tiga kategori, Pertama, insan dihubungkan dengan konsep manusia sebagai kholifah atau pemikul amanah; Kedua, insan dihubungkan dengan predisposisi negative manusia; Ketiga, insan dihubungkan dengan proses penciptaan manusia.
Dalam al-Qur’an dikatakan bahwa, insan adalah makhluk yang diberi ilmu dan daya nalar dengan nadzar (merenungkan, memikirkan, menganalisa, dan mengamati) perbuatannya.
Konsep kunci yang ketiga adalah al-nas yang mengacu kepada mansuia sebagai makhluk social. Ia disebut dalam Al-qur’an sebanyak 240 kali. Pertama, banyak ayat yang menunjukan kelompok social dengan karakteristiknya, kedua, dengan memperhatikan ungkapan Aktsar Al-nas, Jalaludin Rahmat menyimpulkan bahwa sebagian besar manusia mampunyai kualitas rendah, baik dari segi ilmu maupun iman.
Jadi, kedudukan manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk social atau zoon politicon yang artinya manusia itu adalah makhluk yang selalu hidup bermasyarakat( Aris Toteles ), makhluk biologis dan makhluk psikologis( spiritual ).
Manusia adalah gabungan antara unsur material (basyar) dan unsur ruhani . Dari segi hubungannya dengan Tuhan kedudukan manusia adalah sebagai hamba atau makhluk yang sempurna , terbaik bentuknya dengan memunyai keistimewaan akal pikiran.

2. Tugas Manusia
Dengan mengacu kepada Al-quran kita dapat mengatakan bahwa tugas manusaia adalah beribadah kepada Tuhan dalam arti umum bukan hanya ibadah dalam arti khusus atau mahdhoh.Dalam surat Ad-dzariat syst 56. “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia supaya mereka menyembahKu”. Adapun tugas ibadah dalam arti khusus adalah menyembah Allah yang secara teknis sudah diatur dalam sunnah. Sedangkan ibadah dalam arti umum adanya keyakinan bahwa seluruh perbuatan kita yang bersifat horizontal semata-mata diperuntukan untuk Allah.
Disamping itu tugas manuisa adalah seperti yang termaktub dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 30, manusia adalah khalifah fil ardhi ( wakil, pengganti, atau duta) Tuhan di bumi dan akhirnya akan diminta pertanggungjawaban atas perwakilannya..
Kekhalifahan manusia di bumi, memiliki implikasi prinsipil yang luas karena kedudukannya sebagai wakil Tuhan di bumi. Manusia akan dimintai pertanggungjawabannya dihadapan yang mewakilkannya, tentang tugas suci yang diembannya.( Nurcholish Madjid 1992:302).
Jalaludin Rahmat menjelaskan bahwa manusia adalah mahluk paradoksal yang berjuang mengatasi konplik dua kekuatan yang saling bertentangan adalah kekuatan mengikuti fitrah yang memikul amanat Allah, dan kekutan mengikuti predisposisi negative yang sifat keluhkesah cenderung bakhil, dzolim dan hanya memikirkan kehidupan duniawi.
3. Keluarga dan Masyarakat dalam Kehidupan Manusia
Keluarga berasal dari penyatuan antara pikiran-pikiran yang berbeda watak, sifat, dan prilaku yang menjadikan satu persepsi dan tujuan yang sama serta dimulai dari hasrat dan keinginan individu-individu tersebut. Hasrat adalah fitrah yang dibawa sejak lahir. Dalam menciptakan keluarga sakinah, mawadah dan warahmah harus memiliki kretaria sebagai berikut:

a) tidak ada pertalian sedarah;
b) sudah dewasa;
c) baligh;
d) seagama;
e) mampu (material immaterial);
f) keturunan;
g) penampilan ;
h) keserasian.
Sabda Rosullallah Saw, yang artinya, “Seorang wanita dinikahi karena empat hal yaitu: Karena kecantikannya, keturunannya, kekayaannya dan karena agamanya, jika kamu ingin selamat pilihlah wanita yang kuat agamanya. (HR.Ibnu Majjah Al-Asqalani :208-9).
Keberadaan keluarga menjadi kelompok utama ‘pimary group’, dengan cara spontan dalam keluarga akan terjadi proses “sosialisasi” yaitu proses pengintegrasian indinidu kedalam kelompok sebagai anggota kelompok yang memberikan landasan sebagai mahluk sosial.
Dilihat dari segi ini maka terbentuknya masayarakat adalah komunitas dari berbagai keluarga. Secara sadar atau tidak sadar manusia hidup dalam berbagai kesatuan atau organisasi dan ia pun menjadi peserta dalam usaha-usaha kesatuan itu. Kesatuan itu diperoleh karena kelahirannya, maka terjadilah pergaulan manuisa yang satu dengan yang lainnya. (Drs.Suparto:1986)
Dalam ilmu kemasyarakatan kita mengenal ada dua masyarakat yaitu : Masyrakat paguyuban dan masayrakat patembeyan.
Dalam masyarakat paguyuban ( gemeinchaft ) terdapat suatu hubungan pribadi antara anggota-anggota yang menimbulkan suatu ikatan batin antara mereka. Paguyuban dapat memunyai dasar alami ( darah ) misalnya, rukun kematian dasar kerohanian.
Dalam masyarakat patembayan ( geselschaft ) terdapat hubungan pamrih antara anggota-anggotanya, suatu hubungan yang terutama ditujukan untuk memperoleh keuntungan kebendaan misalnya, perkumpulan dagang, kehidupan dalam perusahaan anggota-anggota koperasi.
Menurut sebagian para ahli masyarakat dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Masyarakat muttaqun yaitu, masyarakat yang takut dan cinta serta hormat kepada Allah;
2) Masyarakat mukmin, yaitu masyrakat yang beriman kepada Allah yan dinyatakan dengan pengikraran secar lisan diwujudkan dalam amal perbuatan;
3) Masyarakat muslim yaitu, masyarakatyang pasrah kepada ketentuan Allah dan penuh keikhlasan dan kesadaran;
4) Masyarakat muhsin yaitu, masyarakat yan selalu berbuat baik dan beribadah kepada Allah;
Muttaqun, mukmin, muslim, muhsin, kafir, musyrik, munafik, fasik, dzolim
5) Masyarakat kafir yaitu, masyarakat yang mengingkari dan menolak kebenaran Allah;
6) Masyarakat musyrik yaitu, masyarakat yang menyekutukan Allah dan dianggap ada Tuhan selain Allah;
7) Masyarakat munafik yaitu, masyarakat yang bermuka dua dengan tanda-tanda suka berbuat dusta, tidask menepati janji dan suka berkhianat;
8) Masyarakat fasik yaitu, yang suka berbuat kerusakan dengan cara melanggar batas-batas ketentuan Allah;
9) Masyarakat dzolim yaitu, masyarakat yang suka menganiyaya termasuk terhadap dirinya;
10) Masyarakat mutraf yaitu, masyarakat yang tidak mensyukuri nikmat dan anugerah dari Allah.
Dari kesepuluh tipe masyarakat itu, yang termasuk masyarakat Muslim yang sebenarnya adalam masyarakat tipe pertama, kedua, ketiga dan keempat. Masyarakat Muslim adalah masyarakat yang teosentris dan etika-religius. Artinya, masysrakat yang serba Tuhan yang segala aktivitas hidupnya diwarnai moral dan etika islam. Sebagai masyarakat teosentris, mereka senantiasa menempatkan Tuhan sebagai arah dan tujuan akhir hidup yang ingin diraih. (Muhammad Fazlurrahman Ansari (1984:166-167).
6. Musyawarah
Musyawarah adalah pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan dan penyelesaian bersama. Menurut al-Thabari, musyawarah adalah saling mengemukakan pembicaraan (al-kalam) untuk memperlihatkan kebenaran. Dan menurut Ashfahani, musyawarah ialah saling mengeluarkan pendapat antara satu dan lainnya.
Dalam pelaksanaannya, musyawarah ini terdapat beberapa kriteria seperti yang diungkapkan Para Ulama. Diantaranya :
a) Menurut pengikut Imam Syafi’I (syafi’iyah), jumlah anggota musyawarah itu sebanyak empat puluh orang. Hal ini sesuai dengan batas minimal kebolehan melaksanakan shalat Jumat;
b) Menurut Abu Ali Muhammad bin Abi al-Wahab al-Jubai, jumlah anggota musyawarah minimal lima orang;
c) Menjurut Ulama kufah, minimal tiga oran dan salah satu dianaranya menjadi pemimpin musyawarah; dan
d) Memurut Sulaiman bin Jarr al-Zaidi dan sebagian pengikut Muktazilah, anggota musyawarah minimal dua orang.
Adapun syarat-syarat yang harus dimiliki oleh angota musyawarah, diantaranya ialah beragama Islam dan bertakwa dan berilmu, berakal, berkemampuan, mampu memberiakn masukan dan nasihat, dan memunyai sifat kasih sayang. (Ismail al-Badwi, 1981;56-84)
7. Hubungan Silaturahmi
Silaturahmi adalah komunikasi, yaitu proses awal terjadinya sebuah perkenalan antarsatu sama lain. Sialturahmi secara etimologi berasal dari bahasa arab yang artinya hubungan keluarga yang bertalian darah.
Bahasan silaturahmi sangat luas dan dalam kenyataannya silaturahmi tidak hanya yang bertalian darah saja namun silaturahmi antarmanusia dengan manusia dan yang lebih luas lagi hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
Dilihat dari objeknya, silaturahmi terbagi empat bagian :
a) Silaturahmi dengan diri sendiri;
b) Silaturahmi dengan sesama manusia;
c) Silaturahmi dengan seagama;
d) Silaturahmi dengan alam sekitar kita.
Adapun tingkatannya terbagi dalam empat bagian juga :
a) Berjabat tangan (al-mushafahah). Tingkatan ini membawa manusia kesifat lapang dada (al-shafh) yang lahira dari sifat pemaaf(al-‘afwu);
b) Saling memberi nasihat(tausiyah). Nasihat diarahkan pada perwujudan kebaikan dan penghilang kemaksiatan. Tingkatan ini menimbulkan terciptanya suasana kritik(al-naqd) yang sehat dalam kehidupan bermasyarakat. Kritikan dijadikan sebagai saran dan masukan yang berharga menuju kemaslahatan;
c) Saling bekerja sama dan tolong-menolong (almu’awanah dan al-musa’adah).Tingkatan silaturahmi ini dilaksanakan setelah tahapan-tahapan silaturahmi sebelumnya;
d) Menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat munkar.
Adapun manfaat atau kebaikan dari silaturahmi adalah seperti yang disabddakan oleh Nabi Muhammad Saw. yang artinya, “Barang siapa yang ingin diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah menghubungkan kekeluargaan (silaturahmi)”.
Pengertian luas rizki dalam ahdis di atas ialah, bahwa rizki yang diterima itu menjadikan berkah ‘bertambah dalam kebaikan’, baik untuk diri sendiri, keluarga maupun orang lain (manusia dan alam sekitar).
Keburukan meninggalkan silaturahmi atau mungkin memutuskan silaturahmi itu adalah tertutupnya pintu surga, dengan kata lain orang yang memutuskan silaturahmi tidak akan masuk surga, selain itu ia tidak akan mendapatkan ekbahgiaan baik di dunia maupun di akhirat. Sabda Nabi Muhammad Saw. yang artinya, “Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan persaudaraaan (silaturahmi)”.H.R Ibnu Hajar al-Ashqolani).

bab III msi

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Islam termasuk agama sam’i yang diridhai Allah yang memunyai perhatian yang sangat besar terhadap akhlak dan moral, hal itu diwujudakn dengan adanya aturan seluruh tingkahlaku manusia. Akhlak dengan moral menurut pengertiannya sama yaitu tingakhlaku, tetapi memunyai rujukan (sumber) yang berbeda, Alquran dan Adat atau kebiasaan.
Dalam merealisasikan Akhlak itu, Allah telah mengutus Nabi Muhammad Saw. untuk menjadi peraga/contoh (suritauladan) yang baik, yang sesuai dengan konsep Islam tentang akhlak dan untuk menyempurnakannya.
Secara teoritis akhlak terbagi dua bagian yaitu, akhlak terpuji (Mahmudah) dan akhlak tercela (madzmumah).
Kunci kedudukan manusia ada tiga yaitu,pertama basyar (yang berhubungan dengan faktor biologis manusia), kedua insan (yang berhubungan tugas dan kapasitas manusia), dan yang ketiga an-nas ( yang berhubungan dengan kemasyarakatan, karena manusia termasuk mahluk sosial ‘human socialis’).
Dalam melaksanakan tugasnya manusia membuat kumpulan mulai dari keluarga sampai ketahap masyarakat. Dalam Islam, masyarakat terbagi kepada sepuluh kriteria, masyarakat Muttaqun, mukmin, muslim, muhsin, kafir, musyrik, munafik, fasik, dzolim dan mutraf.
Dalam menjaga kerukunan dan keharmonisan keluarga dan masyarakat maka manusia diarahkan untuk selalu bermusyawarah apabila terjadi perselisihan/beda pendapat guna mencari jalan keluarnya. Disamping itu manusia diharapkan dan diwajibkan untuk menjaga tali persaudaraan(sialturahmi) baik sesame agam amupun sesama umat beragama.
B. Saran
Semoga di akhir hidup yang tinggal beberaap bulan, hari bahkan menit dan detik ini karena kita tidak tahu kapan badan ini diambil, kita menjadi hamba yang selalu dan senantiasa menjalankan segala perintah-Nya dengan melaksanakan tugas yang telah dibebankan kepada kita sebagai manusia yang diutus ke bumi ini.

MSI


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang sangat komplek. Sehingga dalam memahaminya pun dibutuhkan cara yang tepat agar dapat tercapai suatu pemahaman yang utuh tentang Islam. Di Indonesia sejak Islam masuk pertama kali sampai saat ini telah timbul berbagai macam pemahaman yang berbeda mengenai Islam. Sehingga dibutuhkanlah penguasaan tentang cara-cara yang digunakan dalam memahami Islam.

Maka, dalam makalah ini penulis akan mencoba membahas mengenai metodologi serta beberapa hal yang berkaitan untuk memahami Isalam di Indonesia.

B. Rumusan Pembahasan
Dari latar belakang tersebut, penulis merumuskan masalah yang akan dibahas sebagai berikut:
1. Apakah Metodologi ?
2. Kegunaan mempelajarinya ?
3. Metode Studi Islam ?
4. Hubungan Metodologi Study Islam dengan Ilmu-ilmu lainnya ?

BAB II
METODOLOGI
A. Pengertian Metodologi

Metodologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu metodos berarti “cara atau jalan” dan logos yang berarti ilmu. Dari kedua suku kata itu, metodologi berarti ilmu tentang jalan atau cara, untuk memudahkan pemahaman tentang Metodologi, terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian Metode. Metode Study Islam dapat di definisikan sebagai urutan kerja yang sistematis, terencana, dan merupakan hasil eksperimen ilmiah guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Lalu, yang dimaksud metodologi sendiri berarti ilmu tentang cara-cara yang digunakan manusia untuk sampai pada tujuannya. Metodologi adalah cara-cara yang digunakan manusia untuk mencapai pengetahuan tentang realita atau kebenaran. Metodologi disebut pula sebagai science of methods yaitu ilmu yang membicarakan cara, jalan, atau petunjuk praktis dalam penelitian, sehingga metodologi membahas konsep teoritik berbagai metode, yang pada intinya metode studi Islam mengarah pada cara pandang manusian untuk melihat islam dari berbagai aspek.

B. Studi Islam
Masih terdapat perdebatan di kalangan para ahli apakah studi islam dapat dimasukkan kedalam bidang ilmu pengetahuan, mengingat sifat-sifat dan karakteristik antara ilmu pengetahuan dan agama berbeda. Pembahasan disekitar masalah ini banyak dikemukakan oleh para pemikir Islam belakangan ini, misalnya jika penyelenggaraan dan penyampaian studi Islam hanya mendengarkan dakwah keagamaan di dalam kelas lalu apa bedanya dengan kegiatan pengajian dan dakwah yang sudah ramai deselenggarakan di luar bangku kuliah? Sehingga, pangkal tolak kesulitan pengembangan wilayah kajian studi Islam berakar pada kesukaran seorang agamawan untuk membedakan anatar yang normativitas dan historisitas. Pada dataran normativitas kelihatan Islam kurang pas untuk dikatakan sebagai disiplin ilmu, sedangkan untuk dataran historisitas tampaknya tidaklah salah. Dengan demikian secara sederhana dapat dikatakan bahwa dari segi normative sebagaimana yang terdapat di dalam Al-Qur'an dan Hadist, maka Islam lebih merupakan agama yang tidak dapat diberlakukan kepadanya, padigma ilmu pengetahuan, yaitu pradigma analitis, kritis, metodologis, histories, dan empiris. Sebagai agama, Islam lebih bersifat memihak, apologi, dan subjektif, sedangkan jika dilihat dari segi histories, yakni Islam dalam arti yang dipraktikkan oleh manusia serta tumbuh dan berkembang dalam sejarah kehidupan manusia, maka Islam dapat dikatakan sebagai sebuah disiplin ilmu, yakni ilmu keislaman atau Islamic Studies.

Perbedaan dalam melihat Islam yang demikian itu dapat menimbulkan perbedaan dalam menjelaskan Islam itu sendiri. Ketika Islam dilihat dari sudut normative, Islam merupakan agama yang di dalamnya berisi ajaran Tuhan dengan urusan akidah dan muamalah sedangkan ketika Islam dilihat dri sudut histories atau sebagaimana yang tampak dalam Islam tampila sebagai sebuah disiplin ilmu ( Islamic studies )

Studi Islam sangat penting karena sangat berperan dalam masyarakat. Studi Islam bertujuan untuk mengubah pemahaman dan penghayatan ke Islaman mayarakat inter dan antar agama. Adapun perubahan yang diharapkan adalah formalisme kepahaman menjadi sebuah substantive keagamaan dan sikap enklusifisme menjadi sikap universalisme.
Secara garis besar, tujuan studi Islam adalah mempelajari secara mendalam tentang hakikat Islam, sebagaimana posisinya dengan agama lain, dan bagaimana hubungannya dengan dinamika perkembangan yang terus berlangsung.

Agama Islam diturunkan oleh Allah SWT SWT dengan temuan untuk membimbing, mengarahkan, dan menyempurnakan pertumbuhan dan perkembangan agama-agama dan budaya umat manusia. Agama-agama dan budaya yang pada awalnya hanyaberdasarkan kepada daya nalar dan tidak sedikit yang mengarah pada penyimpangan, diarahkan oleh Islam menjadi agama monoteisme yang benar. Namun bukan berarti agama Islam tidak sesuai dengan akal budi. Justru dalam memberikan kesempatan secara luas kepada manusia untuk mendayagunakan akal budinya secara maksimal, namun jangan sampai penggunaannya melampaui batas dan keluar dari rambu-rambu Allah SWT.

Studi Islam mempelajari secara mendalam terhadap sumber dasar ajaran agama Islam yang tetap abadi dan dinamis serta aktualisasinya sepanjang sejarah. Studi ini berdasar kepada asumsi bahwa agama Islam adalah agama samawi terakhir yang membawa ajaran yang bersifat final, dan mampu memecahkan persoalan kehidupan manusia, menjawab tantangan, dan senantiasa actual sepanjang masa. Namun demikian, aktualitas ajaran ini sering harus berhadapan dengan beraneka ragam permasalahan dan tantangan yang tidak kecil dan ringan. Pada kondisi semacam ini, studi Islam berusahan untuk memberikan kontribusinya dalam menjawab aneka persoalan dan tantangan yang ada.

Studi Islam mempelajari secara mendalam terhadap pokok isi ajaran Islam yang asli, dan bagaimana operasionalisasi dalam pertumbuhan budaya dan peradaban Islam sepanjang sejarah.

Studi Islam mempelajari secara mendalam terhadap prinsip-prinsip dan nilai-nilai dasar ajaran Islam dan bagaimana perwujudannya dalam membimbing dan mengarahkan serta mengontrol perkembangan budaya dan peradaban manusia pada zaman modern ini.

C. Metode Memahami Islam


Studi Islam tidak dapat dilakukan apabila Islam tidak dipahami secara menyeluruh. Memahami Islam secara menyeluruh sangat penting walaupun tidak mendetail. Untuk itu, diperlukan pedoman-pedoman yang dapat dijadikan sandaran, patokan atau petunjuk dalam memahami Islam secara baik dan benar. Pedoman-pedoman tersebut mencakup:

Pertama, Islam harus dipelajari dari sembernya yang asli, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah Rasul, kemudian dihubungkan dengan kenyataan histori, empiris, dan sosiologis yang ada di masyarakat. Kekeliruan dalam memahami Islam dapat terjadi karena orang hanya mengenalnya dari sebagian ulama dan pemeluknya yang telah jauh dari bimbingan Al-Qur'an dan as- Sunnahh, atau melalui pengenalan dari kitab-kitab fiqih dan tasawuf. Mempelajari Islam dengan cara demikian akan menjadikan orang tersebut sebagai pemeluk Islam yang sinkretisme yang telah tercampuri oleh hal-hal yang tidak islami.

Kedua, Islam harus dipelajari secara integral, tidak secara parsial atau terpisah-pisah. Artinya Islam dipelajari secara menyeluruh sebagai satu kesatuan yang utuh tidak secara sebagian saja. Sebab dengan memahami secara parsial akan menimbulakan skeptis, bimbang dan penuh keraguan.

Ketiga, Islam perlu dipelajari dari kepustakaan atau literature yang ditulis oleh para ulama besar atau para sarjana yang benar-benar memiliki pemahaman Islam yang baik. Berkaitan dengan yang ketiga ini, timbul permasalahan dalam literature yang ditulis oleh kaum orientalis. Karena bagi mereka, Islam hanya sekedar dipahami yang kemudian dicari-cari kelemahannya. Berkenaan dengan hal tersebut, seseorang yang mempelajari Islam hendaklah bersikap kritis, selektif, dan penuh kehati-hatian serta telah kuat dalam memahami dan menjalankan dasar-dasar keislamannya.

Keempat, kesalahan sementara orang mempelajari Islam adalah dengan jalan mempelajari kenyataan umat Islam sendiri, bukan agamanya. Sikap konservatif sebagian golongan Islam, keawaman, kebodohan, dan keterbelakangan itulah yang dinilai sebagai Islam. Padahal yang sebenarnya tidak demikian, Islam mengajarkan kesatuan dan persatuan, kebersamaan, saling menolong, dan saling mengasihi.
Uraian singkat mengenai metode memahami yang pada intinya Islam harus dilihat dari berbagai dimensi.[1]
Apabila Islam ditinjau dari satu sudut pandang saja, maka yang akan telihat hanya satu dimensi saja dari gejalanya yang sebenarnya bersegi banyak. Sehingga mengakibatkan kesulitan dalam pemahaman secara keseluruhan. Buktinya ialah Al-Qur'an. Kitab ini memiliki banyak dimensi. Satu dimensi misalnya, mengandung aspek-aspek linguistic dan sastra. Dimensi lain terdiri atas tema-tema filosofis dan keimanan. Al-Qur'an mengajak kita memahami Islam secara komprehensif. Berbagai aspek yang ada dalam Al-Qur'an jika dipahami secara keseluruhan akan menghasilkan pemahaman Islam yang menyeluruh.

Ali Syari’ati lebih lanjut menyatakan, ada berbagai cara dalam memahami Islam melalui metode perbandingan, yaitu:
Mengenal Allah SWT dan membandingkan-Nya dengan sesembahan agama lain
Mempelajari kitab Al-Qur'an dan membandingkannya dengan kitab-kitab ajaran agama lainnya
Mempelajari kepribadian Rasulullah dan membandingkannya dengan tokoh-tokoh besar pembaruan yang pernah hidup dalam sejarah.
Mempelajari tokoh-tokoh Islam tekemuka dan membandingkannya dengan tokoh-tokoh utama agama maupun aliran-aliran lain.

Selain menggunakan pendekatan perbandingan, ada cara lain dalam memahami Islam, yaitu dengan menggunakan pendekatan aliran. Pemahaman dengan pendekatan aliran menitik beratkan pada pemahaman Islam sebagai aliran pemikiran yang membangkitkan kehidupan manusia perseorangan maupun masyarakat.

Menurut Mukti Ali, terdapat metode lain dalam memahami Islam yaitu metode tipologi. Metode ini oleh banyak ahli sosiologi dianggap objektif, berisi klasifikasi topik dan tema yang mempunyai tipe yang sama. Terdapat lima aspek atau ciri dari agama Islam, yaitu 1) aspek ketuhanan, 2) aspek kenabian, 3) aspek kitab suci, 4) aspek keadaan sewaktu munculnya nabi dan orang-orang yang didakwahinya serta individu-individu terpilih yang dihasilkan oleh agama itu.

Dari uraian-uraian di atas, secara garis besar ada dua macam metode untuk memahami Islam. Pertama, metode komparasi, yaitu suatu cara memahami agama dengan membandingkan seluruh aspek yang ada dalam agama Islam tersebut dengan agama lainnya, dengan cara demikian akan dihasilkan pemahaman Islam yang objektif dan utuh. Kedua, metode sintesis, yaitu suatu cara memahami Islam yang memadukan antara metode ilmiah dengan segala cirinya yang rasional, objektif, kritis, dengan metode teologis normative. Metode ilmiah digunakan untuk memahami Islam yang tampak dalam kenyataan historis, empiris, dan sosiologis, sedangkan metode teologis normative digunakan untuk memahami Islam yang terkandung dalam kitab suci. Melalui metode teologis normative ini seseorang memulainya dengan memahami Islam sebagai agama yang mutlak benar. Setelah itu dilanjutkan dengan melihat agama sebagaimana norma ajaran yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan manusia yang secara keseluruhan diyakini amat ideal. Melalui metode teologis normative yang tergolong tua usianya ini dapat dihasilkan keyakinan dan kecintaan yang kuat, kokoh, dan militant pada Islam, sedangkan dengan metode ilmiah yang tergolong muda usianya ini dapat dihasilkan kemampuan menerapkan Islam yang diyakini dan dicintainya itu dalam kenyataan hidup serta memberi jawaban terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi manusia.

Sedangkan menurut Ali Anwar Yusuf dalam bukunya Studi Agama Islam, terdapat tiga metode dalam memahami agama Islam , yaitu:

1. Metode Filosofis


Filsafat adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang membahas segala sesuatu dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan sedalam-dalamnya sejauh jangkauan kemampuan akal manusia, kemudian berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal dengan meneliti akar permasalahannya. Memahami Islam melalui pendekatan filosofis ini, seseorang tidak akan terjebak pada pengalaman agama yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama dengan tidak memiliki makna apa-apa atau kosong tanpa arti. Namun bukan pula menafikan atau menyepelekan bentuk ibadah formal, tetapi ketika dia melaksanakan ibadah formal disertai dengan penjiwaan dan penghayatan terhadap maksud dan tujuan melaksanakan ibadah tersebut.

2. Metode Historis


Metode historis ini sangat diperlukan untuk memahami Islam, karena Islam itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan sangat berhubungan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Melalui metode sejarah, seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya dan hubungannya dengan terjadinya suatu peristiwa.

3. Metode Teologi


Metode teologi dalam memahami Islam dapat diartikan sebagai upaya memahami Islam dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari satu keyakinan. Bentuk metode ini selanjutnya berkaitan dengan pendekatan normatif, yaitu suatu pendekatan yang memandang Islam dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Allah yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.

BAB III
KEGUNAAN MEMPELAJARI METODOLOGI STUDI ISLAM

a. Strategi Islamisasi Ilmu Pengetahuan


Sebagaimana diketahui bahwa salah satu gagasan yang paling canggih, amat komprehensif dan mendalam yang ditentukan dalam al-Qur`an ialah konsep ilmu. Pentingnya konsep ini terungkap dalam kenyataan bahwa al-Qur`an menyebut-nyebut kata akat dan kata turunannya sekitar 800 kali. Dalam sejarah peradaban muslim, konsep ilmu secara mendalam meresap kedalam seluruh lapisan masyarakat dan mengungkapkan dirinya dalam semua upaya intelektual. Tidak hanya ada peradaban lain dalam sejarah yang mamiliki konsep ilmu penngetahuan, dengan semangat nyang demikian tinggi dan mengejarnya dengan amat tekun seperti itu. Pertama,ilmu pengetahuan tersebut akan terus berkembang dinamis sesuai dengan tuntutan zaman, karena hanya ajaran Islamlah yang paling mementingkan ajaran ilmu pengetahuan. Kedua,masyarakat modern akan mendapatkan momentum kejayaan dan kesejahteraan yang seimbang, antara kesejahteraan yang bersifat material dengan kesejahteraan yang bersifat spiritual, sebagaimana hal ini pernah dialami umat Islam di zaman klasik. Ketiga,masyarakat modern akan merasakan tumbuh menjadi suatu kekuatan yang antara satu dan yang lainya saling membantu melalui ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini terjadi karena ilmu yang dimilikinya diarahkan untuk mengabdi kepada kemanusiaan. Keempat, Islamisasi ilmu pengetahuan akan berdampak pada timbulnya konsep pendidikan yang ingrated antara ilmu agama dan ilmu umum. Dengan cara demikian dikhotomi kedua ilmu tersebut akan hilang dengan sendirinya.

b. Islamisasi Ilmu Pengetahuan Melalui Pendidikan Islam


Dewasa ini, dunia Islam dihadapkan kepada suatu tantangan yang belum pernah dialami generasi terdahulu,yaitu pengaruh kebudayaan Barat yang hampir menyentuh seluruh aspek kehidupan. Pengaruh itu, wujudnya bukan sekadar produk tekhnologi, yang dalam batas tertentu memang bermanfaat; tetapi juga dibidang tata fikir yang sesungguhnya amat berbahaya. Terutama, pengeruh fikiran Barat ini merembes kedunia Islam melalui transformasi ilmu. Melalui “pasar ilmu”, maka terjadilah pencampur adukan konsep, bahkan juga cara berfikir dikalangan ilmuan.

Karena kedudukan kaum musilimin berada difihak yang lamah, maka transformasi pengaruh tersebut menjadi berat sebelah. Intinya, segala sesuatu yang datang dari Barat dianggaplah lebih baik, sehingga berbondong-bondong orang memakai dan menirunya. Sedemikian takut dan kagumnya bangsa Timur (temasuk kaum muslimin) terhadap apa saja yang memakai merk Barat, mereka campakkan milik sendiri karena dianggap jelek, walaupun terkadang tanpa pertimbangan yang matang. Peniruan secara besar-besaran semacam ini, juga berlaku dalam dunia ilmu pengetahuan.

Sering ditemui, ilmuan kita sekarang luar biasa perannya dalam “membaratkan” masyarakat dan bangsanya sendiri, Bahkan, ilmuan yang berpredikat muslimpun tidak ketinggalan mengikuti jejaknya. Terbukti , misalnya dalam pemakaian konsep-konsep ilmiah. Peristilahan dari Barat dicocok-cocokkan untuk melambangkan ajaran Islam, sebaliknya istilah yang sebenarnya khas Islam dipaksakan untuk menyesuaikan diri dengan apa yang difahami orang Barat. Akibatnya , tentu saja umat Islam sendiri secara keseluruhan semakin jauh dari “bahasa’ agamanya.

Manyadari keadaan tersebut, bangkitlah sekelompok intelektual muslim untuk mencari jalan keluarnya. Khusus dalam segi ilmu, upaya itu diawali dari dalam, yaitu dengan manyusun klasifikasi ilmu Islam seperti yang juga telah dilakukan ulama terdahulu. Menurut Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas, ilmu sebagai dimaksud terbagi menjadi dua : berian Allah dan capaian manusia. Yang telah diberikan oleh Allah adalah ilmu-ilmu agama, dan ini harus dipelajari setiap muslim, mengingat mutlak pentinganya untuk bimbingan hidup. Sedangkan ilmu-ilmu alam dan teknik, wajib dikuasai oleh sebagian umat Islam saja, jadi hukumnya fardhu kifayah.

Untuk ilmu agama Islam, perinciannya adalah sebagai berikut : al-Qur`an, al-Sunnah, al-Syari`ah, al-Tauhid, al- Tashawuf, dan ilmu-ilmu linguistik Islam. Sedangkan kelompok kedua, meliputi ilmu-ilmu rasional, intelektual dan filosofis, yang tercakup didalamnya : ilmu-ilmu kemanusiaan, ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu terapan dan ilmu-ilmu tekhnologi, dengan adanya pembagian seperti ini, akan mempermudah upaya untuk mengkontrol ilmu-ilmu tersebut supaya jangan sampai terjadi proses deislamisasi oleh akibat pengaruh Barat sebagaimana terlihat diatas.

Langkah itupun belum cukup. Masih diusahakan, agar ilmu-ilmu yang telah diklasifikasikan secara jelas tersebut, dalam praktiknya dapat berkembang dipangkuan Islam sendiri. Karena walaupun sudah diadakan klasifikasi, jika dibiarkan mandeg tak berkembang, jadinya sama saja seperti tidak ada usaha. Sebaliknya, dengan upaya pengembangan lebih lanjut, sekaligus akan berfungsi sebagai daya tangkal yang aktif untuk menolak satiap tantangan yang bisa mengakibatkan kerusakan. Cara pemeliharaan dan pengambangan ilmu-ilmu Islam di pangkuan kaum muslimin sendiri inilah, yang dimaksud dengan” Islamisasi ilmu”.

Sebagai usaha berencana, gagasan Islamiasasi ilmu hanya mungkin terlaksan dengan baik, apabila tesadia suatu sarana atau wadah yang bersifat permanen. Sarana atau wadah itu, tidak lain adalah lembaga pendidikan, khususnya tingkat perguruan tinggi, baik dengan istilah institut maupun Universitas. Ini bisa difahami, karena lambaga pendidikan tinggi memiliki semboyan kerja “pendidikan”, penelitian dan pengabdian.” Di sana terdapat potensi manusiawi (dosen, karyawan dan mahasiswa) yang pada umumnya memiliki idealisme dalam bidang keilmuan. Disamping itu, sifat universitas perguruan tinggi, memungkinkan diselenggarakannya pengembangan ilmu-ilmu Islam yang beraneka macam wujud kesatuan.

BAB IV
METODOLOGI STUDI ISLAM DAN HUBUNGAN DENGAN ILMU-ILMU LAINNYA
Karakteristi Ajaran Islam

Selama ini kita sudah mengenal Islam, tetapi Islam dalam potret yang bagaimanakah yang kita kenal itu, tampaknya masih merupakan suatu persoalan yang perlu didiskusikan lebih lanjut. Misalnya mengenal Islam dalam potret yang ditampilkan Iqbal dengan nuansa filosofis dan sufistiknya. Islam yang ditampilkan Fazlur Rahman bernuansa historis dan filosofis. Demikian juga, Islam yang ditampilkan pemikir-pemikir dari iran seperti Ali Syari’ati, Sayyed Hussein Nasr, Murthada Munthahhari.

Pemikiran para ilmuan Muslim dengan mempergunakan berbagai pendekatan tersebut di atas kiranya dapat digunakan sebagai bahan untuk mengenal karakteristik ajaran Islam, tidak mencoba memperdebatkannya antara satu dan lainnya, melainkan lebih mencari sisi-sisi persamaannya untuk kemaslahatan umat umumnya dan untuk keperluan studi Islam pada khususnya.

A. Dalam Bidang Agama


Melalui karyanya berjudul Islam Doktrin dan Peradaban, Nurcholis Madjid banyak berbicara karakteristik ajaran Islam dalam bidang agama. Menurutnya, bahwa dalam bidang agama Islam mengakui adanya pluralisme. Pluralisme menurut Nurcholis Madjid adalah aturan Tuhan (Sunnah Allah) yang tidak akan berubah, sehingga juga tidak mungkin dilawan atau diingkari.

Karakteristik agama Islam dalam visi keagamaannya bersifat toleran, pemaaf, tidak memaksakan dan saling menghargai karena dalam pluralitas agama tersebut terdapat unsur kesamaan yaitu pengabdian pada Tuhan.

B. Dalam Bidang Ibadah


Karakteristik ajaran Islam selanjutnya dapat dikenal melalui konsepsinya dalam bidang ibadah. Secara harfiah ibadah berarti bakti manusia kepada Allah Swt, karena didorong dan dibangkitkan oleh akidah tauhid.

Visi Islam tentang ibadah merupakan sifat, jiwa, dan misi ajaran Islam itu sendiri yang sejalan dengan tugas penciptaan manusia, sebagai makhluk yang hanya diperintahkan agar beribadah kepada-Nya.

C. Bidang Akidah


Dalam Kitab Mu’jam al-Falsafi, Jamil Shaliba mengartikan akidah menurut bahasa adalah menghubungkan dua sudut sehingga bertemu dan bersambung secara kokoh. Ikatan tersebut berbeda dengan terjemahan kata ribath yang artinya juga ikatan tetapi ikatan yang mudah dibuka, karena akan mengandung unsur yang membahayakan.

Karakteristik Islam yang dapat diketahui melalui bidang akidah ini adalah bahwa akidah Islam bersifat murni baik dalam isinya maupun prosesnya.

D. Bidang Ilmu dan Kebudayaan


Karakteristik Islam dalam bidang ilmu dan kebudayaan bersikap terbuka, akomodatif, tetapi juga selektif. Islam adalah paradigma terbuka. Ia merupakan mata rantai peradaban duni. Dalam sejarah kita melihat Islam mewarisi peradaban Yunani-Romawi di Barat dan peradaban-peradaban Persia, Indi dan Cina di Timur.

Karakteristik Islam dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan dapat dilihat dari 5 ayat pertama surat Al-Alaq yang diturunkan Tuhan kepada Nabi Muhammad Saw. Pada ayat tersebut terdapat kata iqra’ yang diulang sebanyak dua kali. Kata tersebut menurut A.Baiquni, selain berarti membaca dalam arti biasa, juga berarti menelaah, mengobservasi, membandingkan, mengukur, mendiskripsikan, menganalisis dan penyimpulan secara induktif.

E. Bidang Pendidikan

Islam memaandang bahwa pendidikan adalah hak bagi setiap orang (education for all), laki-laki atau perempuan dan berlangsung sepanjang hayat (long life education).

F. Bidang Sosial


Ajaran Islam dalam bidang sosial ini termasuk yang paling menonjol karena seluruh bidang ajaran Islam sebagaimana telah disebutkan di atas pada akhirnya ditujukan untuk kesejahteraan manusia.

Menurut penelitian yang dilakukan Jalaluddin Rahmat, Islam ternyata agama yang menekankan urusan muamalah lebih besar daripada urusan ibadah. Islam ternyata banyak memperhatikan aspek kehidupan sosial daripada aspek kehidupan ritual.

G. Dalam Bidang Kehidupan Ekonomi


Karakteristik ajaran Islam selanjutnya dapat dipahami dari konsepsinya dalam bidang kehidupan. Islam memandang bahwa kehidupan yang harus dilakukan manusia adalah hidup yang seimbang dan tidak terpisahkan antara urusan dunia dan akhirat. Urusan dunia dikejar dalam rangka mengejar kehidupan akhirat dan kehidupan akhirat dicapai dengan dunia. Kita membaca hadis nabi yang diriwayatkan oleh Ibn Mubarak yang artinya : Bukanlah termasuk orang yang baik di antara kamu adalah orang yang meninggalkan dunia karena mengejar kehidupan akhirat, dan orang yang meninggalkan akhirat karena mengejar kehidupan dunia. Orang yang baik adalah orang yang meraih keduanya secara seimbang, karena dunia adalah alat menuju akhirat, dan jangan dibalik yakni akhirat dikorbankan untuk urusan dunia.

H. Dalam Bidang Kesehatan


Ajaran Islam tentang kesehatan berpedoman pada prinsip pencegahan lebih diutamakan daripada penyembuhan. Berkenaan dengan konteks kesehatan ini ditemukan banyak petunjuk kitab suci dan sunnah Nabi Muhammad Saw. yang pada dasarnya mengerah pada upaya pencegahan diantaranya. Surat Al-Baqarah , 2:222) yang artinya : Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan senang kepada orang-orang yang membersihkan diri. Selain itu Surat Al-Mudatsir 74:4-5) yang artinya : Dan bersihkanlah pakaianmu dan tinggalkanlah segala macam kekotoran.

I. Dalam Bidang Politik


Dalam Alquran Surat An-Nisa’ ayat 156 terdapat perintah menaati ulil amri yang terjemahannya termasuk penguasa di bidang politik, pemerintahan dan negara. Islam menghendaki suatu ketaatan kritis yaitu ketaatan yang didasarkan pada tolak ukur kebenaran dari Tuhan. Jika pemimpin tersebut berpegang teguh pada tuntutan Allah dan rasul-Nya maka wajib ditaati. Sebaliknya, jika pemimpin tersebut bertentangan dengan kehendak Allah dan rasul-Nya, boleh dikritik atau diberi saran agar kembali ke jalan yang benar dengan cara-cara yang persuasif. Dan jika cara tersebut juga tidak dihiraukan oleh pemimpin tersebut, boleh saja untuk tidak dipatuhi.

J. Dalam Bidang Pekerjaan


Islam memandang bahwa kerja sebagai ibadah kepada Allah Swt. Atas dasar ini maka kerja yang dikehendaki Islam adalah kerja yang bermutu, terarah pada pengabdian terhadap Allah Swt, dan kerja yang bermanfaat bagi orang lain.

Untuk menghasilkan produk pekerjaan yang bermutu, Islam memandang kerja yang dilakukan adalah kerja profesional, yaitu kerja yang didukung ilmu pengetahuan, keahlian, pengalaman, kesungguhan dan sebagainya.

K. Islam Sebagai Disiplin Ilmu


Islam juga telah tampil sebagai sebuah disiplin ilmu yaitu ilmu keislaman. Menurut peratutan Menteri Agama Republik Indonesia Tahun 1985, bahwa yang termasuk disiplin ilmu keislaman adalah Alquran/Tafsir, Hadis/Ilmu Hadis, Ilmu Kalam, Filsafat, Tasawuf, Hukum Islam (Fiqih), Sejarah dan Kebudayaan Islam serat Pendidikan Islam.

Islam sebenarnya mempunyai aspek teologi, aspek ibadah, aspek moral, aspek mistisisme, aspek filsafat, aspek sejarah, aspek kebudayaan dan sebagainya.

KESIMPULAN


Dari pembahasan di atas penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Metodologi berarti ilmu tentang cara-cara untuk sampai pada tujuan.
Metodologi dalam hal pemahaman Islam digunakan untuk mengetahui metode-metode yang tepat agar dapat diperoleh hasil yang utuh dan objektif dalam pemahaman Islam.
Indonesia yang terdiri dari beragam suku dan budaya menyebabkan Islam dipahami sesuai dasar keyakinan masyarakatnya.
Studi Islam sangat penting karena sangat berperan dalam masyarakat. Studi Islam bertujuan untuk mengubah pemahaman dan penghayatan keislaman masyarakat inter dan antar agama.
Dalam memahami Islam dapat digunakan beberapa metode, di antaranya metode filosofis, historis, dan teologis.

Berawal dari sebuah pandangan bahwa ilmu pengetahuan yang berkembang pada saat ini telah terkontaminasi pemikiran barat sekuler dan cenderung ateistik yang berakibat hilangnya nilai-nilai religiusitas dan aspek kesakralannya. Di sisi lain, keilmuan Islam yang dipandang bersentuhan dengan nilai-nilai teologis, terlalu berorientasi pada religiusitas dan spiritualitas tanpa memperdulikan betapa pentingnya ilmu-ilmu umum yang dianggap sekuler. Menyebabkan munculnya sebuah gagasan untuk mempertemukan kelebihan-kelebihan diantara keduanya sehingga ilmu yang dihasilkan bersifat religius dan bernafaskan tauhid, gagasan ini kemudian dikenal dengan istilah "Islamisasi Ilmu Pengetahuan".

Sedangkan manfaat yang kita dapat rasakan dari Islamisasi Ilmu Pengetahuan antara lain:
Setidaknya kita selaku Umat Islam tidak menjadi kafir dan kehilangan arah dalam hal keimanan dalam melihat berbagai fenomena ilmu pengetahuan.
Kita sebagai umat yang percaya kepada Wahyu Allah yang memberikan landasan berbagai ilmu sehingga tidak terjadi dikotomi dalam ilmu pengetahuan.
Kita sebagai hamba Allah akan semakin dekat kepada-Nya.

BAB V
PENUTUP


Demikian makalah yang dapat kami sampaiakan kurang lebihnya mohon dimaafkan, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan, jika ada kesalahan mohon di ingatkan dan dibenarkan, sebagai perbaikan kami ke depan. Semoga apa yang tertera dalam makalah ini dapat membawa manfaat untuk kita semua dan bisa menambah wawasan kita semua.

Rabu, 23 Maret 2011

MAKALAH MSI


Dikutip dari Makalah
Mata Kuliah : Metodologi Studi Islam
Dosen : Juwariyah, M.Pd.I
Sekolah Tinggi Agama Islam Miftahul ’Ula

1.1 Latar Belakang
Maraknya aliran-aliran baru menumbuhkan satu pertanyaan, siapa atau apa penyebab utama munculnya paham-paham baru tersebut / Apakah itu hanya sebuah wujud gejolak kejiwaan manusia yang ingin mencari sebuah “sensasi” atau memang terdapat kesalahan dalam proses pembelajaran (studi) keagamaan di Indonesia. Sehingga memicu timbulnya pemikiran-pemikiran baru yang sedikit banyak “melenceng” dari ajaran atau pemikiran semula.
Namun apapun penyebabnya, yang pasti kini masalah tersebut cukup mengusik ketentraman umat beragama di Indonesia khususnya umat islam. Walaupun di Indonesia terdapat UU yang salah satu pasalnya memuat tentang kebebasan beragama, tidak seyogyanya pula kebebasan tersebut disalahgunakan dan disalahartikan untuk memecah persatuan umat beragama dengan memunculkan satu pemikiran yang dianggap “nyleneh” dengan dalih kebebasan beragama dan demokrasi.
Oleh karena itu, penulis mencoba memberikan sedikit ulasana dan penjelasan serta pengertian metodologi studi islam, metode-metode pendekatannya, peran serta fungsinya dalam pemahaman agama dengan tujuan untuk sedikit memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai pentingnya penguasaan sebuah studi keagamaan bagi setiap orang sehingga ia tidak dengan mudah menyelewengkan (menyalahpersepsikan) sebuah agama, terlebih lagi memproklamirkan sebuah agama baru yang dianggap benar, padahal bagi masyarakat kebanyakan hal itu justru meresahkan.
1.2 Rumusan Masalah
  1. Apa yang dimaksud metodologi studi islam ?
  2. Metode-metode pendekatan apa yang digunakan dalam metodologi studi islam ?
  3. mengapa metodologi studi islam itu penting (urgensi MSI) ?
  4. Manfaat apa yang bisa diperoleh dengan adanya metodologi studi islam ?
1.3 Tujuan
  1. Menjelaskan pengertian metodologi studi islam.
  2. Menyebutkan serta menjelaskan macam-macam metode pendekatan yang sering digunakan di dalam studi islam.
  3. Menjelaskan pentingnya metodologi studi islam di dalam sebuah studi keagamaan atau proses agama.
  4. Menjelaskan manfaat metodologi studi islam di dalam pemahaman keagamaan bagi setiap orang.

BAB II
METODOLOGI STUDI ISLAM
2.1 Pengertian Metodologi Studi Islam
Menurut bahasa (etimologi), metode berasal dari bahawa yunani, yaitu meta (sepanjang), hodos (Jalan), jadi, metode adalah suatu ilmu tentang cara atau langkah-langkah yang ditempuh dalam suatu disiplin tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Metode berarti ilmu cara menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Metode juga disebut pengajaran atau penelitian.
Menurut istilah (terminologi), metode adalah ajaran yang memberi uraian, penjelasan, dan penentuan nibi. Metode bisa digunakan dalam penyelidikan keilmuan. Hugo dalam Abdullah (2006 : 147) mengatakan bahwa metode adalah kelogisan penelitian ilmiah, sistem tentang prosedur dan teknik riset.
Kata metodologi sebenarnya berasal dari kata meta (sepanjang) hodos (jalan), dan Lugos (Ilmu atau pengetahuan). Kata metodologi menurut Balai Pustaka (to tj: 654) menjelaskan bahwa metodologi adalah pengetahuan tentang metode. Sedangkan metode memiliki pengertian berupa cara yang teratur dan berfikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud. Berdasarkan pengertian diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa metodologi adalah suatu pengetahuan yang berisi cara-cara untuk mencapai sesuatu dengan berfikir dan bersifat teratur.
Runes, -- sebagaimana dikutib oleh Muhammad Noor Syam,-- secara teknis menerangkan bahwa metode adalah :
1. Sesuatu prosedur yang paki untuk mencapai suatu tujuan.
2. Sesuatu teknik mengetahui yang dipakai dalam proses mencari ilmu pengetahuan dari suatu materi tertentu.
3. suatu ilmu yang merumuskan aturan-aturan dari suatu prosedur.
Sedangkan dari sudut pandang filosofis metode adalah merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Studi Islam adalah kajian yang mengungkapkan fenomena agama dengan berbagai pandangan kajian dan bukan untuk mempersempit makna agama pada persoalan ketuhanan, kepercayaan, ibadah, dan sistem peribadatan. Pendekatan studi yang digunakan adalah disiplin keilmuan yang bersifat ilmiah-empiris bukan doktrinal nomatif-historis.
Definisi lain juga dikemukakan oleh muhaimin (1994 : 1) menyatakan bahwa studi islam adalah usaha-usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam tentang seluk-beluk dan hal-hal yang berhubungan dengan ajaran Islam dalam ajaran, sejarah maupun praktik pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Arah studi islam menurut Lewis dalam Rahardjo (1993 : 15) terdapat tiga hal yaitu :
  1. Islam sebagai agama kajian tentang Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan merupakan wahyu Allah dan hadits Nabi.
  2. Islam sebagai obyek kajian tentang interprestasi Al Qur’an dan Al Hadits yang didasarkan kepada dalil-dalil Qath’I dan teks hadits yang sharih.
  3. Islam dari sebagai perwujudan yang nampak dalam berbagai kebudayaan umat Islam.
Dalam studi Islam dengan pendekatan ilmiah-empiris terhadap fenomena agama yang muncul akan membangun keilmuan Islam pemilahan tersebut akan lebih menjernihkan fenomena agama secara jelas dalam lingkaran Apllied scences yang berhubungan dengan persoalan yang berhubungan dengan persoalan agama yang bersifat Tabbudy eksklusif dan lingkaran pure sciences yang berhubungan dengan persoalan agama yang bersifat tazquly (Abdullah, 2000 : 17). Perkembangan studi agama yang nampak terutama pada model pendekatan diatas memberi peluang pesat munculnya cabang keilmuan keagamaan seperti, sejarah agama, psikologi agama, antropologi agama, dan lain-lain.
Nata mengatakan bahwa jika dilihat dari segi normatif islam lebih merupakan agama yang dapat berlakukan kepada paradigma ilmu pengetahuan yaitu paradigma analisis, kritis, jika dilihat dari segi historis islam dapat dikatakan sebagai disiplin ilmu, karena ia dipraktikan oleh manusia dan tumbuh serta berkembang dalam kehidupan manusia, sehingga ia bisa disebut sebagai ilmu keislaman atau islamic studies.
Pengertian studi islam di atas berbeda dengan pengertian sains islam. Sains islam mencakup beberapa atau berbagai pengetahuan modern yang dibangun atas arahan nilai-nilai islami. Sementara studi islam adalah pengetahuana yang dirumuskan dari ajaran islam yang dipraktikan dalam sejarah dan kehidupan manusia. Sedang pengetahuan agama adalah pengetahuan yang sepenuhnya diambil dari ajaran-ajaran tentang akidah ibadah, membaca Al Qur’an dan akhlak.
Kini jelaslah bahwa yang dimaksud dengan metodologi studi islam adalah sebuah kajian yang sistematis menggunakan pendekatan empiris tentang islam sebagai ajaran agama dan islam yang berwujud kebudayaan dalam kehidupan umat islam dengan tujuan untuk dapat lebih memahami islam secara rasional dan dapat dipraktikan dalam kehidupan umat secara nyata.
2.2 Metodologi Pendekatan
Metode pendekatan yang sering di gunakan alam studi islam antara lain adalah :
  1. Syariati menyatakan ada berbagai cara memahami islam.salah satunya adalah denagn metode perbandingan (komporasi). Dalam metode ini digunakan cara cara,pertama,mengenat Allah dan membandingkan –Nya de ngan sesembahan agama agama lain.kedua, mempelajari kitabAl qur’an dan memb andingkan dengan kitab kitab samawi lainnya, ketiga,mempelajari kepribadian rosul islam dan membandingkannya dengan tokoh tokoh besar pembaharuan yang pernah hidup dalam sejarah, keempat ,memp elajari tokoh tokoh islam terkemuka dan membandingkannya dengan tokoh tokoh utama agama maupun alir an aliran pemikiran lain .
  2. Syariati juga manawarkan metode pendekatan aliran,Untuk itu,syari’ati mengajak setiap orang serta intelektual muslim agar memahami ajaran aga islam dengan disi plin ilmu yang dimiliki masing-masing serta dengan tetap berpedoman kepada Al Qur’an.
  3. Narsuddin Razak mengajukan empat cara untuk memahami islam secera benar. Pertama, islam harus dipelajari dari sumbernya yang asli yaitu al-Qur’an dan al-Sunah Rosululloh. Hal ini dimaksudkan agar pemeluk islam terhindar dari sinkretisme, bide’ah, dan khurafat. Kedua, islam harus dipelajari secara integrat [menyeluruh] dan tidak dengan cara parsial [sebagian] saja. Ketiga, islam perlu di pelajari dari kepustakaan yang ditulis oleh para ulama besar, kaum zu’ama, dan sarjana sarjana islam, yang pada ummna memiliki pemahaman islam yang baik berdasarkan kajian Al-Qur’an dan sunah Rosulullah serta pengalaman dari praktik ibadah sehari hari. Keempat, islam hendaknya dipelajari dari ketentuan normatif teologis yang ada dalam al-Qur’an, baru kemudian dihubungkan dengan kenyatan historis, empiris, dan dan sosiologis yang ada di masyarakat.
  4. Amin Abdullah mengatakan bahwa untuk melihat islam sebagai sebuah disiplin ilmu (Islamic studies) dapat digunakan pendekatan ilmiah yang ciri-cirinya nasional, empiris obyektif, metodologis, histories, analitis, dan kritis. Sedangkan untuk melihat islam sebagai agama dapat digunakan pendekatan normatif teologis. (Metode Sintesis)
  5. Mukti Ali memperkenalkan metode tipologi.yaitu metode pengklasifikasian topic dan tema sesuai dengantipenya, lalu dibandingkan dengan topic dan tema yang mempunyai tipe yang sama.Aspek aspek yang dibandingkan adalah 1) aspek ketuhanan, 2) aspek kenabian, 3) aspek kitab suci,dan 4) aspek keadaan sewaktu munculnya nabi dan orang orang yang didakwahinya serta individu-individu terpilih yang dihasilkan oleh agama itu.
  6. Abuddin Nata menjelaskan bahwa untuk memahami agama tidak hanya digunakan satu pendekatan saja,melainkan melakukan berbagai metode pendekatan.berbagai pendekatan tersebut meliputi pendekatan teologis normative,pendekatan antropologis, sosiologis, fisolofis, histories, kubudayaan, dan pendekatan psikologi.
2.3 Urgensi Metodologi Studi Islam
Dalam satu hadistnya Rosulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya bani Israil ( kaum yahudi dan nasrani )telah berpecah belah menjadi 72 aliran,dan umatku akan berpecah belah menjadi 73 aliran.Mereka semua akan masuk neraka kecuali satu aliran saja.Para sahabat bertanya,”Siapakah dia itu wahai Rosulullah?” Beliau menjawb, “siapa yang mengikuti jejakku dan para sahabatku.” ( HR.tirmidzi al-Hakim dan al-Aajurri,diharuskan oleh al-Albani)
Dari hadist di atas kita tahu bahwa sejak jauh-jauh hari rosulullah telah menginformasikan (mensinyalir) tentang adanya perpecahan umat hadist diatas bukanlah isapan jempol belaka.di Indonesia saja ,telah muncul beberapa aliran agama baru yang muncul dari suatu agama -- terutama islam -- sejak puluhan tahun yang lalu.pada umumnya, pelopor sekaligus pemimpinnya mengaku sebagai ”orang pilihan” yang diutus oleh Tuhan sebagai juru selamat atau penyempurna suatu agama bagi umat manusia.
Maraknya aliran-aliran baru tersebut mengindikasikan adanya kebutuhan besar terhadap agama yang benar-benar bisa memenuhi kebutuhan rohaniah perubahan masyarakat akibat modernisme, globalisme dan tahap era post industri yang menyebabkan krisis kemanusiaan serta kurangnya pengetahuan tentang agamalah yang menjadi pangkal pangkal utama munculnya berbagai macam aliran tersebut.
Penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak akan terjadi jika manusia –khususnya umat islam - memahami dan menguasai metodelogi studi agama,yang dalam hal ini adalah metodologi studi islam.
Sebenarnya banyak factor yang melatar belakangi munculnya JIL (Jaringan Islam Liberal) di Indonesia selain kedua factor diatas, diantaranya:
1) Adanya tokoh-tokoh intelektual hasil didikan barat ( yang memusuhi islam )yang memiliki peran penting di berbagai bidang.
2) Serangan pemikiran (ghazwul fikri) yang dilancarkan oleh barat. Bentuk serangan itu adalah kajian-kajian orientalis yang bertujuan untuk meragu-ragukan umat tentang kebenaran Al-Qur’an, kesempurnaan islam dan kerasulan Muhammad. Disamping itu mereka juga giat menyebarkan westernisasi yang kini dikenal dengan istilah globalisasi dan demokrasi.
3) Adanya sokongan dana yang sangat basar dari musuh-musuh islamterhadap pihak-pihak yang menyebarkan pemahaman islam liberal.
4) Tujuan-tujuan politik yang bersifat rahasia yaitu untuk melayani kepentingan barat yang ingin merusak islam dan menyimpangkan ajarannya.
5) Kurangnya kewaspadaan sebagian ulama’ islam dalam menyikapi syubhat-syubhat (kerancuan-kerancuan) para pemikir liberal.
Para penyebar paham liberal ini menganggap bahwa apa yang mereka perbuat adalah suatu hal yang benar. Padahal hal itu tidaklah benar. Alloh SWT berfirman
’’ Barang siapa yang berpaling dari pengajaran robb Yang Maha Pemurah (al-Qur’an),maka kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan),dan syaitan itulah yang menjadi taman yang selalu menyertainya.Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar memalingkan mereka dari jalan yang benar,sedangkan mereka mengaku bahwa mereka mendapat petunjuk.”(Qs.Az-Zukhruf :36-37).
Itulah mengapa Alloh SWT memeritahkan manusia untuk banyak-banyak membaca (Qs Al-Alaq), baik membaca secara harfiah maupun maknawiyah (memperhatikan dan memikirkan), agar kita tidak mudah tergelincir dari jalan yang benar.
Sebagian besar yang mempelajari al-Qur’an tanpa disertai pemikiran dan perenungan yang mendalam.Mereka memakai bahasa al-Qur’an secara lugas saja tanpa memperhatikan ilmu kalam, filologi sastra, dan ilmu baca lainya di dalam mempelajari Al-Qur’an. Itulah mengapa sebagian orang yang ’’nyeleweng’’ adalah orang yang diaggap berilmu dan sebagian yang lain adalah orang awam.dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh ilmu Abdillah bin abbas Rosulullah SAW Bersabda.
’’Ummu Abdillah berkata,pada waktu itu aku di makkah,Nabi SAW berdiri pada suatu malam lalu memanggil-manggil ,’’Apakah aku telah menyampaikan?”NMabi mengulanmg-ngulang sampai tiga kali …”Akan dating pada manusia suatu zaman,mereka itu mempelajari al-Qur’an lalu membacanya,kemudian mereka berkata, kami telah mengkaji dan mengajarkan al-Qur’an maka siapa orang /golongan yang baik dariada golongan kami ?(mereka ujub),maka apkah poada mereka itu masih terdapat kebaikan? Para sahabat bertanya,”Ya Rosulullah sipakah sebenarnya merekia itu?”Nabi menjawab, ’’Mereka itu dari kalangan kaum (umat islam),dan mereka itu akan menjadi kayu bakar api neraka.
2.4 Manfaat Metodologi Studi Islam.
Setiap orang tentu mempunyai corak pandang yang berbeda mengenai suatu hal,begitu pun mengenai agama.Ada orang yang membagun pengertian tentang agama hanya dari apa yang nampak mata atau nampak secara empirik (das sein).Sebagai contoh sebagian pemikir non muslimn yang menilai islam denmgan mengambil sempel sekelompok orang yang awam tentang islam.Sehingga mereka menarik kesimpulan bahwa islam adalah agama yang kolot,tidak modern,tidak gaul,dan sebagainya.Pada hal mereka tidak mengetahui apa dan bagaimana islam secara substansi (das sollen). Mereka lupa bahwa beberapa abad yang lalu islam pernah menjadi pusat dinasti ilmu pengetahuan sebelum bangsa-bangsa lain bangkit dari keterpurukan atau mengalami kebangkitan (renaissance). jika kemudian muncul pertanyaan,mengapa saat ini islam mengalami kemunduran yang drastis tertinggal jauh dari bangsa-bangsa barat, tidak lain tidak bukan adalah karena umat islam bersikap acuh tak acuh terhadap islam, terhadap Al Qur’an dan hadits, dan lebih cenderung condong kepada gemerlapnya diunia westernisas.
Ada sebuah kalimat bijak yang menyatakan ;
Orang islam maju karena pengikut agamanya, sedangkangkan orang-orang non islam maju karena meninggalkan agamanya.
Agama selain sebagai faktor penunjang kemajuan ilmu pengetahuan juga berfungsi sebagai titik puncak tujuan manusia untuk menjawab segala problematika kejiwaannya (kebutuhan rohaniah akan adanya kekuatan X yang menguasainya).
Agar sesuai dengan uraian diatas, agama setidaknya mengandung lima aspek, yaitu :
  1. Asal-usul agama yang berasal dari Tuhan atau dari pemikiran manusia,
  2. Aspek tujuan agama memberikan tuntunan hidup yang menuju kebahagiaan dunia dan akhirat,
  3. Aspek keyakinan terhadap kekuatan gaib, keyakinan terhadap kesejahteraannya yang sangat dipengaruhi oleh hubungan baik dengan kekuatan yang gaib,
  4. Aspek kemasyarakatannya yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Kenyataan agama sebagai fitrah manusia telah digambarkan oleh ajaran islam dalam kitab suci. Fitrah agama inilah yang mendorong dan menyeruhkan manusia kepada agama sesuai dengan ayat Al Qur’an surat Ar Rum ayat 30, yaitu:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui
Untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang baik, manusia memerlukan pendekatan yang komperehensif berkaitan dengan pemahamannya tentang agama. Dalam berbagai fakta dan fenomena umat islam di Indonesia faktor ploralitas, latar belakang sosial/budaya, ekonomi dan pendidikan adalah tantangan yang berat untuk meningkatkan kualitas pemahaman dan pola keberagaman secara utuh.
Tingkat pemahaman yang devarnatif cenderung membawa pola perilaku yang berbeda meskipun keduanya dalam ketentuan ajaran islam. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh tokoh-tokoh Islam yang berpengtahuan agama cukup dalam. Nata (2001 : 102) menyatakan bahwa fenomena keagamaan ini secara umum menunjukkan sumberdaya umat yang baik, namun tidak ditunjang oleh penguasaan keilmuan keislaman, lemah dalam penguasaan metodologi, tidak dapat teroganisasi dan tersistematik dalam struktur pengetahuannya. Dampak yang nyata adalah kualitas pemahaman agama dan keberagaman yang belum responsif terhadap berbagai persoalan yang universal. Pembentukkan pemahaman islam yang komprehensif sesungguhnya merupakan bangunan metodologi dalam berbagai bidang-bidang keislaman (Abdullah, 1990 : 22).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
  1. Studi keislaman atau islamic studies adalah usaha untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan islam secara empiris dan ajaran-ajarannya. Pengertian semakna adalah usaha-usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam tentang seluk-beluk dan hal-hal yang berhubungan dengan ajaran islam dalam ajaran, sejarah maupun praktek pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
  2. Arah studi islam adalah fenomena agama dengan berbagai pandangan dan bukan untuk mempersempit makna agama pada persoalan ketuhanan, kepercayaan, kredo dan ibadah. Pendekatan studi yang digunakan adalah disiplin keilmuan yang bersifat historis empiris bukan doktrinal normatif-historis. Perkembangan studi agama mendorong peluang pesat munculnya cabang keilmuan keagamaan seperti sejarah agama, psikologi agama, antropologi agama, dan lain-lain.
  3. Metode pendekatan dalam studi islam antara lain adalah:
a. Metode komperasi berupa 1) mengenal Allah fdan membandingkan dengan sesembahan agama-agama lain, 2) mempelajari Al Qur’an dan membandingkan dengan kitab suci lain, 3) Mempelajari kepribadian Rasululloh dan membandingkan dengan tokoh-tokoh besar pemaharuan yang pernah hidup dalam sejarah, 4) Mempelajari tokoh-tokoh Islam terkemuka dan membandingkan dengan tokoh-tokoh utama agama atau aliran pemikiran lain.
b. Metode pendekatan aliran berupa mempelajari dan memahami islam dan agama lain dengan disiplin ilmu yang dimiliki masing-masing.
c. Metode kajian dengan bentuk pemahaman islam yang benar, yaitu : 1) Islam harus dipelajari dari sumber asli yaitu Al Qur’an dan hadits, 2) Islam harus dipelajari secara integral dan bukan persial, 3) islam perlu dipelajari dari kepustakaan yang ditulis oleh para ulama besar, kaum zu’ama’ dan para sarjana islam, 4) Islam hendaknya dipelajari dari ketentuan normatif teologis yang ada dalam Al Qur’an baru kemudian dihubungkan dengan kenyataan historis, empiris, dan sosiologis yang ada di masyarakat.
d. Metode sintesis yaitu untuk melihat islam sebagai sebuah disiplin ilmu dapat digunakan pendekatan ilmiah, sedangkan normatif-teologis.
e. Metode tipologi yaitu metode pengklarifikasian topik dan tema sesuai dengan tipenya, lalu dibandingkan dengan topik dan tema yang mempunyai tipe sama. Aspek-aspek yang dibandingkan adalah :1) Ketuhanan, 2) kenabian, 3) kitab suci, 4) keadaan sewaktu Nabi dan orang-orang yang didakwahnya serta individu yang dibangun sisi keagamaannya.
f. Pendekatan dengan berbagai metode meliputi pendekatan teologis normatif, antropologis, sosiologis, filosofis, historis, kebudayaan dan pendekatan psikologis.
  1. Perubahan mendasar masyarakat berupa krisis kemanusiaan akibat globalisme dan westernisme menempatkan agama sebagai suatu obyek yang benar-benar didambahkan dan disakralkan, bersifat absolut dan abadi.
  2. Lemahnya penguasaan metodologi studi agama serta kelengahan umat islam menyebabkan menjamurnya aliran-aliran baru yang dianggap ‘sesat’ baik dari dalam islam sendiri maupun agama-agama lain.
  3. Cara pandang yang keliru mengenai islam akan menimbulkan sebuah pandangan dan pengertian yang keliru pula tentang islam.
  4. Islam selain sebagai agama yang sesuai dengan fitrah manusia, juga sebagai faktor penunjang maju pesatnya ilmu pengetahuan, karena Al Qur’an adalah sumber ilmu pengetahuan yang tertinggi.
  5. untuk meningkatkan kualitas hidupnya manusia memerlukan pendekatan yang komprehensif berkaitan dengan pemahaman tentang agama.
  6. Tingkat pemahaman yang bervariatif cenderung membawa pola perilaku yang berbeda. Hal ini menunjukkan memberi daya umat yang baik namun tidak ditunjang oleh penguasaan keilmuan keislaman, lemah dalam penguasaan metodologi, tidak terorganisasi dan tersistematik dalam struktur pengetahuannya. Dampaknya berupa kualitas pemahaman agama dan keberagaman yang belum responsif terhadap berbagai persoalan yang universal.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Amin. 2002. Studi Agama ; normativitas atau historisitas. Yogyakarta : Pustaka pelajar
Abdullah, Yatimin. 2006. Studi Islam Kontenporer. Jakarta : Amzah.
Al Rasyidin, dan Samsul Nizar. 2005. Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis. Jakarta : Ciputat Press
Nata, Abuddin. 2005. Metodologi Studi Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada
NN. 2006. bahaya Islam Jama’ah –lemkari – LDII. Jakarta : LPPI
Sebuah majalah indonesia islami : membuka kedok JIL. Edisi April 2006. Jakarta
Sebuah majalah yang ditulis oleh Ibu Juwariyah, M.Pd.I