PEUMULIA JAME ADAT GEUTANYO...RELA BERBAGI, IKHLAS MEMBERI...PEUMULIA JAME ADAT GEUTANYO...RELA BERBAGI, IKHLAS MEMBERI...PEUMULIA JAME ADAT GEUTANYO...RELA BERBAGI, IKHLAS MEMBERI...

Senin, 21 Maret 2011

Makalah MSI

PERSPEKTIF TEOLOGI ISLAM ATAS DAMPAK KERUSAKAN LINGKUNGAN

Sejak masa pencerahan dan meledaknya revolusi industri di Inggris pada abad ke 18, peradaban manusia memasuki babak baru, yaitu masa optimisme akan kemajuan umat manusia berdasarkan keberhasilan teknologi industri.[1] Diakui atau tidak, bahwa industrialisasi telah memberikan sejumlah kemudahan pada manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan bisa dikatakan bahwa industrialisasi merupakan sebuah kebutuhan manusia modern, karena berbagai sektor kehidupan manusia modern sangat tergantung pada industri. Sektor yang dimaksud seperti pertaniaan, peternakan, rumah tangga, perkantoran dan lain-lain.
Di bidang pertanian, para petani membutuhkan alat-alat pertanian yang bisa menunjang efektivitas kerja, mereka tidak lagi perlu berlama-lama membajak sawah menggunakan kerbau atau sejenisnya, tetapi cukup dengan mesin, maka mereka akan dengan mudah menggarap sawah dalam waktu yang cukup singkat. Mereka juga membutuhkan pada industrialisasi guna memenuhi berbagai macam pupuk untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam tempo yang relatif singkat sehingga akan menambah penghasilannya.
Untuk keperluan rumah tangga, keberadaan industri memiliki posisi yang sangat signifikan. Masyarakat dalam kesehariannya membutuhkan sandang, pangan dan keperluan-keperluan rumah tangga lainnya, seperti mebel, perangkat elektronik dan yang lainnya.
Di samping menjadi kebutuhan masyarakat yang sulit untuk dihindari, industrialisasi juga sangat memberikan distribusi yang sangat signifikan kepada keuangan negara, terutama di sektor pajak, Bea Cukai dan lain-lain. Bahkan dengan bergairahnya industrialisasi diharapkan akan bisa menyerap tenaga kerja yang ujung-ujungnya akan mengurangi angka pengangguran. Tidak berlebihan kalau kemudian ada anggapan bahwa industrialisasi identik dengan pembangunan.
Namun untuk merealisasikan keinginan di atas, ternyata praktek industrialisasi menyisakan problem kerusakan lingkungan yang cukup serius, seperti pencemaran limbah, pemanasan global dan lain-lain.
Hal yang demikian, pada gilirannya sangat kontradiktif dengan sisi positif yang ditimbulkan oleh industrialisasi sebagaimana yang terungkap di atas. Selain itu industrialisasi di samping memberi dampak positif, ia juga memberi dampak negatif pada masyarakat. Dampak yang dimaksud seperti polusi udara, kebisingan, banjir, panas, dan lain-lain. Semua itu tentunya mempengaruhi ketenangan dan kesehatan manusia, bahkan bisa berdampak pada kematian. Tidak berlebihan bila Antony Giddens sebagaimana yang dikutip oleh George Ritzer mengatakan:
Kehidupan kolektif modern ibarat panser raksasa yang tengah melaju hingga tarap tertentu bisa dikemudikan, tetapi juga terancam akan lepas kendali hingga menyebabkan dirinya hancur lebur. Panser raksasa ini akan menghancurkan orang yang menentangnya dan meski kadang-kadang menempuh jalur yang teratur, namun ia juga sewaktu-waktu dapat berbelok ke arah yang tak terbayangkan sebelumnya. Perjalanannya bukan sama sekali tak menyenangkan atau tak bermanfaat; adakalanya memang menyenangkan dan berubah sesuai dengan yang diharapkan. Tetapi sepanjang institusi modernitas ini terus berfungsi, kita takkan pernah mampu mengendalikan sepenuhnya baik arah maupun kecepatan perjalanannya. Kita pun takkan pernah merasa aman sama sekali karena kawasan yang dijelajahinya penuh dengan bahaya.[2]
Hal senada juga diungkap oleh Jurgen Habermas, menurutnya modernitas berbeda dengan dirinya sendiri. Maksudnya adalah bahwa rasionalitas yang mencirikan sistem sosial berbeda dan bertentangan dengan rasionalitas yang menandai kehidupan sehari-hari. Masyarakat rasional akan menjadi sebuah masyarakat di mana sistem dan kehidupan mungkin akan menjadi rasional menurut caranya sendiri, mengikuti logikanya sendiri. Rasionalisasi sistem dan kehidupan dapat menimbulkan kemakmuran dan pengendalian terhadap lingkungannya sebagai akibat dari sistem rasional dan sistem kebenaran, kebajikan dan keindahan yang berasal dari kehidupan yang rasional. Namun dalam kehidupan modern, sistem menjadi dominan dan menjajah kehidupan dominan. Akibatnya adalah bahwa meski kita menikmati buah sistem rasionalisasi, kita terampas dari kekayaan kehidupan yang berasal dari kehidupan yang mungkin berkembang.[3]
Bahkan jauh sebelum Giddens dan Habermas, ternyata Sains Simon (1760-1825) bersama pengikutnya pernah meramalkan akan muncul abad industri dan terbentuknya orde sosial baru di mana bukan lagi agama yang menjadi kekuatan untuk melembagakan semua bidang kehidupan (institutionalizing force), tetapi akal kecerdasan manusia.[4] Sehingga suatu ketika kalau masyarakat itu sudah memasuki ‘kawasan industrialisasi’, maka proyeksi secara ilmiah, matematis dan objektif mengenai besar kecilnya keuntungan yang bisa diperoleh tidak lagi akan menjadikan agama sebagai rujukan untuk menyelesaikannya. Agama tidak lagi sebagai sumber kekuatan membangun moral berbisnis, tetapi pada kekuatan akal.
Bahkan Parkes, sebagaimana yang dikutip oleh Alwi Shihab menilai bahwa ada dua alur pemikiran mendasar sebagai landasan utama terbentuknya world view (sikap dan pandangan) di Barat yang mengatur kepada perilaku kurang bersahabat terhadap alam dan lingkungan. Pertama adalah latar belakang filsafat Platonik yang menganggap alam nyata (physical world) tak berwujud dalam kaitannya dengan alam rasional manusia. Kedua adalah ajaran Yahudi-Kristen yang menempatkan alam dan lingkungan pada posisi yang lebih rendah dari martabat manusia.[5]
Kedua landasan ideologis ini lalu diperkuat oleh teori-teori modern yang dianut secara luas oleh manusia-manusia modern masa pencerahan di Barat. Dalam teori tersebut disebutkan bahwa pohon dan tumbuh-tumbuhan, atau binatang sekalipun merupakan sesuatu yang tidak bernyawa, sebagaimana dicetuskan oleh filosof Descartes.[6]
Di samping itu, pandangan Newton yang mengatakan bahwa alam t}abi’i (natural world) tidak lain hanyalah kumpulan partikel-partikel tanpa nyawa. Kombinasi dari pandangan hidup di atas mengantar bangsa-bangsa Barat memperlakukan alam sebagai lahan eksperimen dan objek bagi pencapaian kenikmatan dan kenyamanan di bumi.
Apa yang diramalkan oleh Simont nampaknya tidaklah melenceng dari realitasnya. Era industrialisasi benar-benar terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia, dan menjadi substansi dari ketergantungan negara maupun ummat manusia untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya.
Sektor pembangunan ekonomi yang diletakkan di Indonesia juga telah menjadi kekuatan handal yang mengkonstruksi dunia industri. Artinya, upaya menggali dan meningkatkan sumber daya ekonomi (economical resource) antara lain bertumpu pada pertumbuhan sektor industri. Kalangan pemilik modal yang kuat dan menengah semakin seru terlibat dalam persoalan mencari daerah usaha yang dapat diandalkan untuk memperoleh keuntungan material setinggi-tingginya atau sebagai sarana dan politik bisnis guna memenuhi target pembangunan perekonomian.
Kondisi yang demikian bermula dari abad pencerahan, yaitu alam dipandang sebagai mesin raksasa yang sempurna yang diatur oleh hukum-hukum matematis yang pasti. Akibatnya, pandangan terhadap alam yang dahulunya bersifat organis berubah menjadi mekanis. Manusia menjadi pusat dunia, alam pun menjadi obyek yang bebas dieksploitasi dan ditaklukkan demi kepentingan manusia.
Menurut A. Sony Keraf, ada kesalahan fundamental dari cara pandang tersebut. Pertama, manusia dipahami hanya sebagai makhluk sosial yang eksistensi dan identitas dirinya ditentukan oleh komunitas sosialnya. Kedua, etika hanya berlaku bagi komunitas sosial manusia, dan pertimbangan moral hanya berlaku untuk manusia. Sehingga ada pemisahan yang jelas antara alam sebagai obyek dan manusia sebagai subyek.[7]
Sebenarnya, keresahan manusia tersebut bersumber pada perasaan keterasingan manusia terhadap perkembangan dunia kini. Keterasingan di bumi sendiri, atau bahkan terasing dengan dirinya sendiri.[8] Fritjof Capra mencatat bahwa krisis peradaban sudah semakin mengglobal. Ekosistem global dan evolusi kehidupan selanjutnya di bumi berada dalam bahaya yang serius dan bisa berakhir kedalam suatu bencana ekologis dalam skala besar.[9]
Oleh karenanya, di sinilah kemudian dibutuhkan peran teologi Islam yang berorientasi pada lingkungan untuk mencermati masalah tersebut, sebagimana yang menjadi fokus dalam penelitian ini.
Selama ini wajah agama Islam sebagai penyelamat, pembela dan penghidup keadilan seringkali kurang dikenal justru oleh pemeluknya sendiri. Yang lebih dikenal dan muncul dalam wacana kehidupan justru wajah agama Islam sebagai ritual rutin, wajah agama yang terbatas jangkauannya pada wilayah spiritual belaka. Padahal agama Islam, terutama dalam wilayah teologis dengan konsep tauhidnya memberi dorongan yang sangat kuat bagi pemeluknya untuk menjadi manusia yang aktif dan dinamis dalam konteks sosial kemasyarakatan, seperti yang berkaitan dengan lingkungan hidup.
Dalam ajaran Islam, Tuhan telah memberikan lampu merah bahwa kerusakan lingkungan, tidak lain adalah karena ulah manusia. Hal ini seperti yang tertera dalam al Qur’an surat Al Rum: 41.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Al Rum: 41)
Dalam ayat di atas nampak jelas bahwa krisis lingkungan hidup merupakan tanggung jawab manusia, karena krisis yang terjadi adalah ulah manusia. Lebih-lebih keberadaan manusia di bumi sebagai khalifah yang menuntut untuk bekerja secara optimal dalam melestarikan lingkungan. Dalam surat al-Baqarah ayat 30, Allah berfirman;
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Artinya:
ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan Engkau?”. Tuhan berfirman:”sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (QS: al Baqarah, 30).
Ayat tersebut sangat jelas atas terpilihnya manusia sebagai khalifah di muka bumi dengan mengalahkan makhluk Allah lainnya yang bernama malaikat, padahal malaikat dikenal sebagai makhluk Tuhan yang selalu patuh atas perintah dan konsisten mengikuti peraturan-peraturan yang dibuat oleh Tuhan.
Di samping itu Tuhan tidak hanya memberi status khalifah atau pengelola bagi manusia, tetapi Tuhan memberi kekuatan bagi manusia untuk mengelola bumi, sebagaimana yang tertera dalam surat-al Haj ayat 65.
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ وَالْفُلْكَ تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِأَمْرِهِ وَيُمْسِكُ السَّمَاءَ أَنْ تَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ إِلَّا بِإِذْنِهِ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ
Artinya: Apakah kamu tiada melihat, bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa-apa yang di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintahNya. Dan Dia menahan benda-benda langit jatuh ke bumi, melainkan dengan izinNya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada Manusia. (QS: al Haj, 65).
Menurut Alwi Shihab, konsep taskhi>r dan istikhla>f yang digunakan dalam al Qur’a>n sebagai acuan dalam membina interaksi manusia dengan alam. Taskhi>r berarti manusia diberi kewenangan untuk menggunakan alam raya guna mencapai tujuan penciptaannya sesuai dengan tuntutan Tuhan.[10]
Sedangkan istikhla>f berkaitan dengan penugasan Tuhan kepada manusia sebagai khalifah di bumi. Segala anugerah, kekayaan, bahkan nyawa sekalipun merupakan pemilikan sementara yang dipercayakan selama hidup di bumi. Pemberi kepercayaan yang dalam hal ini adalah Tuhan antara lain menggariskan bahwa hubungannya dengan alam tidak bersifat menaklukkan, tetapi bertujuan untuk menciptakan interaksi harmonis dan kebersamaan dalam ketaatan pada Allah.[11]

B. RUMUSAN MASALAH

Dalam penelitian dengan judul PERSPEKTIF TEOLOGI ISLAM ATAS DAMPAK KERUSAKAN LINGKUNGAN, rumusan masalahnya adalah:
  1. Bagaimana konsep teologi Islam tentang lingkungan hidup?
  2. Bagaimana pandangan teologi Islam dalam menyikapi dampak kerusakan lingkungan hidup?

C. PENEGASAN JUDUL DAN BATASAN MASALAH

Untuk memperjelas wilayah penelitian, maka kiranya perlu mempertegas judul penelitian ini. Hal-hal yang perlu dipertegas adalah;
TEOLOGI ISLAM : adalah kepercayaan tentang Tuhan dengan segala segi-seginya, yang berarti termasuk di dalamnya soal-soal wujudNya, keesaanNya, sifat-sifatNya, dan pertalianNya dengan alam semesta, yang berarti termasuk didalamnya, persoalan terjadinya alam, keadilan dan kebijaksanaan Tuhan qadha dan qadar. Pengutusan Rasul-Rasul juga termasuk di dalam persoalan pertalian Tuhan dengan manusia, yang meliuti juga soal penerimaan wahyu dan berita-berita alam gaib yang dibawanya, yang terbesar di antaranya ialah soal keakhiratan.[12]
LINGKUNGAN : dalam hal ini adalah lingkungan hidup, yaitu mengandung arti tempat, wadah atau ruang yang ditempati oleh makhluk hidup dan makhluk yang tidak hidup yang berhubungan dan saling pengaruh-mempengaruhi satu sama lain, baik antara makhluk-makhluk itu sendiri maupun dengan alam sekitar.[13]
Dengan demikian, dari beberapa term di atas, penulis membatasi penelitian ini pada pandangan teologi Islam yang berkaitan dengan dampak kerusakan lingkungan hidup, seperti pencemaran limbah, pemanasan global dan lain-lain.

D. TUJUAN DAN SIGNIFIKANSI PENELITIAN

Permasalahan lingkungan semakin hari semakin mengkhawatirkan, karena dampak lingkungan pada akhirnya akan kembali pada manusia juga. Kondisi ini tentunya merupakan problem serius bagi manusia. Di sinilah kemudian dibutuhkan peran teologi untuk memberikan solusi.
Diakui atau tidak, bahwa sampai saat ini, peran teologi lebih dominan mengarah pada hal-hal yang bersifat abstrak, padahal dengan landasan tauhid, teologi bisa diharapkan meyentuh pada aspek-aspek kemanusiaan.
Oleh karenanya, penelitian dengan judul di atas bertujuan untuk mengeksplorasi konsep Teologi Lingkungan dan mengkorelasikannya dengan dampak kerusakan terhadap lingkungan hidup dengan sejelas mungkin untuk melengkapi penelitian yang berkaitan dengan lingkungan hidup.
Sedangkan signifikansi yang hendak dicapai dalam penelitian ini meliputi dua hal. Pertama, hasil penelitian ini diharapkan bisa memberi sumbangsih dalam khazanah keilmuan teologi Islam yang bersifat konseptual. Kedua, hasil penelitian ini bisa menjadi pertimbangan bagi masyarakat, maupun pemerintah dalam menyikapi fenomena kerusakan lingkungan, dan sebagai antisipasi untuk meminimalisir problem lingkungan hidup.

E. TINJAUANP PUSTAKA

Penelitian mengenai dampak kerusakan lingkungan dalam perspektif teologi lingkungan masih tergolong baru, walaupun demikian bukan berarti tidak ada penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan teologi Islam. Penelitian yang dimaksud antara lain;
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Ali Syafiuddin tahun 2002, dengan judul “Industrialisasi dan Lingkungan Hidup (Studi Tentang Upaya Masyarakat Dalam Menanggulangi Limbah Industri di Kelurahan Waru Kec. Karang Pilang Surabaya)”. Hasil penelitian skripsi ini terkesan diskriptif dengan memberikan fakta-fakta yang berkaitan dengan dampak positif dan negatif yang ditimbulkan oleh industrialisasi.
Dalam penelitian itu disebutkan bahwa di satu sisi, industrialisasi bisa membantu masyarakat di kelurahan Waru dalam memperoleh pekerjaan, sehingga bisa mengurangi angka pengangguran. Tetapi di sisi lain, industri menimbulkan polusi udara dan limbah yang berdampak pada terganggunya kesehatan masyarakat kelurahan terkait. Hasil penelitian belum menyentuh pada aspek teologis dalam menyikapi persoalan industri dan lingkungan hidup.
Kedua, penelitian dengan judul “Perilaku Manusia Dalam Lingkungan Hidup Menurut al-Qur’a>n” yang dilakukan oleh M. Saleh tahun 2006. Hasil penelitian ini terkesan masih bersifat linier yang pembahasaannya berkisar pada arti lingkungan hidup, fungsi, unsur-unsur dan interaksi manusia dengan lingkungan hidup.
Di samping itu, penelitian ini masih bersifat umum dan belum sampai mencoba membenturkan konsep lingkungan dengan realitas tertentu dan memberi solusi yang kongkrit.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Arief Rachmanto dengan judul “Lingkungan Hidup Untuk Manusia Menurut al-Qur’a>n”. Arief Rachmanto dalam penelitian ini menggunakan metode tafsir maudhu’i, yang mengulas tentang Tuhan, manusia dan alam. Mengenai hubungan Tuhan dengan alam, ia mencoba mendiskripsikan konsep Barat dan konsep Islam, serta mencoba membenturkan kedua konsep. Menurutnya, kosep Barat menganggap bahwa Tuhan tidak memiliki kaitan dengan alam, sedangkan konsep Islam menganggap bahwa Tuhanlah yang memiliki otoritas atas alam. Sehingga pada gilirannya manusia harus bertanggung jawab pada Tuhan atas karunia yang diberikanNya. Lagi-lagi penelitian ini hanya bersifat umum atas posisi manusia dalam mengelola alam dan bertanggug jawab secara etis.
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Fawaizul Umam dengan judul “Paradigma Teologi Pembebasan; Suatu Upaya Reformulasi Teologi Islam”. Tesis yang ditulis tahun 1999 ini, mencoba mengeksplorasi teologi Islam dengan wajah yang lebih membumi yang berpihak kepada kemanusiaan dengan merumuskan ulang doktrin-doktrin teologis, seperti doktrin tauhid dan keadilan. Walaupun demikian, penelitian ini belum sampai membenturkan konsep teologi pembebesan dengan problem kongkrit, seperti dampak kerusakan lingkungan hidup.
Dengan demikian, ternyata seluruh tulisan yang ada mengenai teologi, industri dan lingkungan hidup belum menyentuh pada persoalan yang berkaitan dengan dampak kerusakan lingkungan hidup dalam perspektif teologi, sehingga penelitian skripsi ini layak untuk diangkat, lebih-lebih permasalahan ini bersifat kompleks dan menyangkut hajat orang banyak.

F. METODE PENELITIAN

Untuk memperjelas arah cara kerja peneliti dalam menghasilkan penelitian skripsi ini, tentunya tidak bisa lepas dari metode penelitian yang digunakan. Dalam kaitannya dengan metode penelitian, ada tiga hal mendasar yang perlu diperhatikan, yaitu jenis penelitian, metode pengumpulan data dan metode analisis data.
  1. Jenis Penelitian
Penelitian ini mengarah pada penelitian pustaka (library research) dan tergolong penelitian kualitatif. Disebut penelitian kualitatif karena penelitian ini akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati.[14]
  1. Metode Pengumpulan Data
Terkait dengan jenis penelitian di atas, tentunya data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data-data terkait bisa diperoleh dengan cara membaca dan menelaah berbagai literatur dalam bidang teologi, baik dalam bentuk buku, majalah, artikel, hasil skripsi, tesis, desertasi, dan yang lainya. Tentunya data-data yang bisa membantu mempertajam hasil penelitian ini
  1. Metode Analisis Data
Sebelum melakukan analisis data, tentunya data-data yang terkumpul dengan cara membaca berbagai literatur, dituangkan dengan cara deskriptif, yaitu suatu langkah untuk memberikan gambaran secara utuh dan sistematis dalam mengungkap konsep teologi lingkungan yang nantinya akan dibenturkan dengan dampak kerusakan lingkungan hidup.
Dari gambaran tersebut kemudian dianalisis untuk merumuskan sebuah teori yang benar-benar valid. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data data yang tersedia dari berbagai sumber. Setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah maka langkah berikutnya adalah mereduksi data yang dilakukan dengan membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman masalah yang inti.

G. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Untuk mempermudah cara kerja penelitian ini, kiranya perlu untuk membuat kerangka pembahasan. Hal ini juga bertujuan untuk menjadikan alur pembahasan menjadi sistematis. Dalam penelitian dengan judul PERSPEKTIF TEOLOGI ISLAM ATAS DAMPAK KERUSAKAN LINGKUNGAN, penulis memulainya dengan bab pertama yang dalam hal ini adalah menjadi proposal penelitian.
Dalam bab pertama, penulis memulainya dengan mengurai latar belakang masalah yang berkaitan dengan urgensitas penelitian terkait, kemudian diikuti dengan batasan dan rumusan masalah, tujuan dan urgensitas penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Kemudian dilanjutkan dengan bab kedua yang memuat fenomena kerusakan lingkungan yang berujung pada terancamnya eksistensi manusia.
Untuk bab ketiga, penulis akan memfokuskan pada teologi lingkungan hidup. Di dalamnya penulis akan mengurai nilai-nilai Islam yang berkaitan dengan relasi manusia dengan alam. Di samping itu, akan diurai industrialisasi dan modernitas.
Bab keempat terfokus pada analisis yang menjurus pada respon teologi pada dampak kerusakan lingkungan. Kemudian, penelitian ini akan diakhiri dengan bab kelima sebagai penutup
DAFTAR PUSTAKA
Adian, Donny Gahral, Percik Pemikiran Kontemporer, Yogyakarta: Jalasutra, 2006
Ritzer, George dan Goodman, Douglas J., Teori Sosiologi Modern, terj. Alimandan, Jakarta: Prenada Media, 2005
Wahid, Abdul, Islam dan Idealitas Manusia, Yogyakarta: Sipres, 1997
Shihab, Alwi, Islam Inklusif, Bandung: Mizan, 1999
Russel, Bertrand, Sejarah Filsafat Barat, ter. Sigit Jatmiko dkk, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002
Keraf ,A. Sonny, Etika Lingkungan, Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2002
Berry, Thomas, “The Spirituality of the Earth”, dalam Liberating Life; contemporary approaches to ecological theology, ed. Charles Birch, William Enkin, and Jay B. Mcdaniel, New York: Orbis Book, 1990
Zen, M.T, “Keterasingan dan Gerakan Anti Sains”, dalam Sains, Teknologi dan Hari Depan Manusia, ed. M.T. Zen, Jakarta: Gramedia, 1981
Capra, Fritjof, Titik Balik Peradaban: Sains, Masyarakat dan Kebangkitan Kebudayaan, ter. M.Thoyib, Yogyakarta, Bentang, 1997
O’collins, Gerald dan Farugia, Edward G., Kamus Teologi, Yogyakarta: Kanisius, 2003
Bekker, Anton, MetodologiPenelitian Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 1996
Husein, Harun M., Lingkungan Hidup, Jakarta: Bumi Aksara, 1993
  1. Judul Skripsi
Perspektif teologi Islam atas dampak industrialisasi terhadap lingkungan hidup di Kelurahan Buntaran Kec. Tandes Surabaya
  1. Tema
Teologi Lingkungan
  1. Focus
Dampak industrialisasi terhadap lingkungan hidup di Kelurahan Buntaran Kec. Tandes Surabaya.
  1. Latar Belakang
a. Industrialisasi disamping memiliki dampak positif terhadap manusia, ia juga memiliki dampak negatif.
b. Sejak terjadinya industrialisasi di Kelurahan Buntaran masyarakat memiliki problem yang berkaitan dengan limbah industri, dan banjir. Bahkan masyarakat setempat memblokir akses jalan masuk ke Buntaran dari arah Kelurahan Manukan.
c. Disinilah dibutuhkan peran teologi Islam yang berorientasi pada lingkungan untuk mencermati masalah tersebut.
  1. Rumusan Masalah
a. Bagaimana pandanga teologi Islam tentang lingkungan hidup ?
b. Bagaimana teologi Islam menyikapi dampak industrialisasi terhadap lingkungan hidup di Keluarahan Buntaran Kecamatan Tandes Surabaya ?


[1] Donny Gahral Adian, Percik Pemikiran Kontemporer, (Yogyakarta: Jalasutra, 2006), 24.
[2] George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, terj. Alimandan, (Jakarta: Prenada Media, 2005), 553.
[3] Ibid., 577-579
[4] Abdul Wahid, Islam dan Idealitas Manusia, (Yogyakarta: Sipres, 1997), 157.
[5] Alwi Shihab, Islam Inklusif, (Bandung: Mizan, 1999), 158-159.
[6] Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat, ter. Sigit Jatmiko dkk, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), 737-745.
[7] A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan, (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2002), xv-xix.
[8] M.T. Zen, “Keterasingan dan Gerakan Anti Sains”, dalam Sains, Teknologi dan Hari Depan Manusia, ed. M.T. Zen, (Jakarta: Gramedia, 1981), 25
[9] Fritjof Capra, Titik Balik Peradaban: Sains, Masyarakat dan Kebangkitan Kebudayaan, ter. M.Thoyib, (Yogyakarta, Bentang, 1997), 6.
[10] Shihab, 164.
[11] Ibid.
[12] A. Hanafi, Pengantar Theology Islam, (Jakarta: Al Husna Zikra, 1995), 12-13.
[13] Harun M. Husein, Lingkungan Hidup, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), 6.
[14] Anton Bekker, MetodologiPenelitian Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1996), 62.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar